TEMPO.CO, Jakarta - Tim kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengusulkan Presiden Joko Widodo menunjuk seorang utusan khusus untuk mempersiapkan dialog nasional Papua. Utusan khusus ini nantinya berperan mempersiapkan semua elemen, baik dari pemerintah maupun masyarakat Papua, untuk terlibat dalam dialog.
"Kriteria pertama untuk memilih utusan khusus adalah presiden harus sangat percaya kepada orang tersebut," kata ketua tim kajian Papua LIPI, Adriana Elisabeth, dalam media briefing di gedung LIPI, Senin, 14 Maret 2016.
Baca juga: LIPI Minta Jokowi Gelar Dialog Nasional Papua Tahun Ini
Syarat lainnya, utusan khusus memiliki pemahaman yang akurat mengenai akar masalah di tanah Papua, obyektif dan tidak diskriminatif, serta tidak pernah terlibat dalam pembentukan milisi-milisi sipil pro-Indonesia atau yang mendukung kemerdekaan Papua. "Empat kriteria itu penting agar utusan khusus dapat bekerja efektif dan mendapat legitimasi kuat," ujar Adriana.
Baca juga: LIPI Usul Dialog Papua, ULMWP: Tidak dalam Konteks NKRI
Mengenai sosok yang diusulkan tim kajian sebagai utusan khusus, Adriana mengatakan, LIPI tidak mengusulkan nama. Namun, kata Adriana, Perdana Menteri Solomon Mannaseh Sogavare telah menyatakan kesediaannya memfasilitasi dialog antara pemerintah dan kelompok Papua Merdeka. "Namun sepertinya pemerintah belum merespons pernyataan PM Solomon," tuturnya.
Menurut Adriana, peran PM Solomon cukup kuat. Selain sebagai perdana menteri, Sogavare juga Ketua Melanesian Spearhead Group (MSG) atau organisasi regional negara-negara rumpun Melanesia.
Baca juga: LIPI Usul Poin Ini Dipenuhi Sebelum Dialog Nasional Papua
Selain mengusulkan utusan khusus, tim kajian Papua LIPI juga mengusulkan dipilih seorang mediator selama dialog nasional berlangsung. Mediator haruslah seseorang yang diterima dan dipercaya oleh semua pihak yang terlibat dalam dialog. Menurut Adriana, seorang yang berlatar belakang TNI dan polisi terbuka untuk dipilih sebagai mediator. "Asal tidak dari Kopassus (pasukan elite TNI AD) karena masyarakat Papua pasti menolaknya," ucap Adriana, yang terlibat dalam penelitian isu Papua sejak 1990-an.
Adriana mengatakan Indonesia memiliki pengalaman dalam memediasi pertemuan dan pembicaraan damai di beberapa negara, termasuk keberhasilan mediasi Indonesia dalam penyelesaian konflik Moro di Filipina Selatan. Dengan demikian, keberhasilan ini diharapkan dapat terjadi di Papua. "Kemungkinan dialog akan deadlock, tapi proses dialog dapat dimulai kembali."
MARIA RITA