TEMPO.CO, Bandung - Sejak 1990 Institut Teknologi Bandung mewajibkan mata kuliah olahraga bagi mahasiswa tingkat pertama, diantaranya dengan penilaian dari tes lari. Meskipun wajib, dosen memberi keringanan bagi mahasiswa yang sakit atau memiliki riwayat penyakit tertentu. Kamis lalu seorang mahasiswa ITB, Alfath Muhammad Farhan, meninggal setelah ikut tes lari di lapangan Sarana Olahraga Ganesha (Saraga) ITB.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB Bermawi n menanyakan peserta yang sakit atau berpenyakit khusus. Tes tersebut yanPriyatna mengatakan, para dosen mata kuliah Olahraga wajib menyampaikan ketentuan tes lari dag berlaku bagi semua mahasiswa tingkat pertama berupa lari keliling enam kali putaran lapangan olahraga sejauh total 2,4 kilometer dengan target waktu kurang dari 17 menit.
Berdasarkan standar operasional pelaksaan tes lari, tes fisik lain berupa jalan kaki keliling sebanyak enam kali putaran, tes renang, atau tes fisik khusus. Ketentuan itu berlaku bagi mahasiswa yang obesitas, asma, kelainan jantung, skeleosis, darah tinggi atau rendah, serta kalangan disabilitas dengan menunjukkan surat keterangan dari dokter. “Mahasiswa yang sakit saat tes lari berkesempatan untuk mengikuti tes susulan,” kata Bermawi. Waktunya disesuaikan dengan kondisi yang normal atau sehat.
Di lapangan, tim penguji juga harus menyiapkan mobil ambulan perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan. Sebelum pelaksanaan tes lari, ITB meminta dosen mengingatkan kepada mahasiswa yang sakit, memakai alat bantu, agar tidak ikut tes lari demi keamanan dan keselamatan bersama. Sebagai kompensasinya tes lari diganti dengan kegiatan fisik yang relevan atau tes jalan.
Saat tes jika ada peserta yang cedera atau pingsan dan tidak bisa ditangani di tempat, dosen atau staf karyawan harus segera mengantarnya ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Santo Borromeus yang berada dekat kampus. Apabila ada mahasiswa cedera ringan atau bermasalah dengan kesehatannya sebelum pukul 17.00 WIB dibawa ke Balai Kesehatan ITB dengan diantar seorang dosen atau staf administrasi.
Mahasiswa Teknik Elektro ITB 2014 M. Gilang Akbar mengatakan, tes lari itu membuatnya jadi suka berolahraga untuk kebugaran fisik. “Dulu saya agak gendut karena malas olahraga, sekarang ikut tim polo air,” katanya kepada Tempo. Mahasiswa lainnya dari Teknik Telekomunikasi 2014, Eka Aditya menilai tes lari itu masih penting dan dibutuhkan mahasiswa baru. Rektorat ITB berencana mengevaluasi tes lari tersebut sekaligus melakukan investigasi terkait meninggalnya Alfath setelah ikut tes tersebut.
ANWAR SISWADI