TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Bahasa Indonesia Jusuf Sjarif Badudu atau lebih dikenal sebagai J.S. Badudu akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung, Jawa Barat. Saat ini, jenazahnya disemayamkan di tempat tinggalnya di Bukit Dago Selatan, Bandung.
"Pemakaman kemungkinan dilaksanakan siang hari," kata Ananda Badudu, cucu ke-7 J.S. Badudu saat dihubungi Tempo, Ahad, 13 Maret 2016. Menurut Ananda, ada kemungkinan jenazah kakeknya akan dibawa ke Universitas Padjajaran sebelum dimakamkan. Namun hal tersebut belum dapat dipastikan.
J.S. Badudu wafat di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Sabtu 12 Maret 2016 pukul 22.10. Guru Besar Universitas Padjajaran tersebut meninggal di usia 89 tahun karena komplikasi penyakit.
Ananda mengatakan dua hari sebelum wafat, kakeknya dirawat inap karena serangan stroke. Serangan stroke baik ringan maupun berat dialami J.S. Badudu sejak sekitar sepuluh tahun belakangan. Akibatknya, kondisi fisik sastrawan tersebut semakin lama kian menurun.
Prof. Dr. J.S. Badudu lahir di Gorontalo pada 19 Maret 1926. Sepanjang usia ia mengabdikan diri untuk Bahasa Indonesia melalui kegiatan belajar-mengajar dan tulis-menulis. J.S. Badudu menjadi guru sejak usia 25 tahun. Kondisi fisik yang terus menurun seiring bertambahnya usia membuatnya terpaksa mengakhiri pengabdiannya di bidang pendidikan pada usia 80 tahun.
Ananda, dalam siaran persnya, mengatakan J.S. Badudu dikenal masyarakat luas sejak ia tampil dalam acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang ditayangkan di TVRI pada 1977-1979, dilanjutkan tahun 1986-1986. Pada saat itu TVRI adalah satu-satunya siaran televisi di Indonesia.
Beberapa karya besar di antara puluhan buku yang pernah ditulisnya: Kamus Umum Bahasa Indonesia (1994), Revisi Kamus Sutan Muhammad Zain; Kamus Kata-kata Serapan Asing (2003); Pelik-pelik Bahasa Indonesia (1971); Inilah Bahasa Indonesia yang Benar (1993); Kamus Peribahasa (2008); Membina Bahasa Indonesia Baku (1980) dll.
Pendidikan bahasa yang pernah ditempuhnya adalah kursus B1 Bahasa Indonesia (1951); Fakultas Sastra Unpad (1963); Studi Pascasarjana Linguistik pada Fakultas Sastra dan Filsafat Rijksuniversiteit Leiden, Belanda (1971-1973); Ia memperoleh gelar Doktor dari Fakultas Sastra UI pada 1975 dengan disertasi berjudul Morfologi Kata Kerja Bahasa Gorontalo.
Menurut Ananda, kakeknya telah 8 tahun menjadi guru SD, 4 tahun guru SMP, 10 tahun guru SMA, dan 42 tahun menjadi dosen di Unpad dan UPI Bandung. Ia menginjak usia pensiun pada 1991, namun setelah itu masih aktif mengajar dan menulis sampai awal 2000.
J.S. Badudu adalah orang pertama yang mendapat gelar Guru Besar dari fakultas Sastra Unpad. Ia dinobatkan menjadi Guru Besar pada 1985 dalam usia 59 tahun.
Atas sumbangsih dan pengabdiannya di bidang bahasa, ia dikaruniai tiga tanda kehormatan dari pemerintah, yakni Satyalencana Karya Satya (1987), Bintang Mahaputera Nararya (2001), dan Anugerah Sewaka Winayaroha (2007).
J.S. Badudu meninggalkan 9 anak, 9 menantu, 23 cucu, dan 2 cicit dari pernikahannya selama 62 tahun. Istrinya, Eva Henriette Alma Koroh, lebih dulu berpulang pada 16 Januari 2016 pada usia 85 tahun.
VINDRY FLORENTIN