TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Hery Susanto menilai jumlah peserta penerima bantuan iuran atau Kartu Indonesia Sehat (KIS) dari BPJS Kesehatan terlalu besar, yakni 86,4 juta orang. Padahal, kata dia, jumlah warga miskin, menurut Badan Pusat Statistik, pada 2015 hanya 28,5 juta orang.
Selain itu, Hery juga mengatakan pemberian KIS asal comot dan tidak tepat sasaran. Bahkan, Hery mengungkapkan, banyak peserta yang dimintai biaya administrasi tertentu oleh petugas BPJS Kesehatan sehingga mereka mendapatkan KIS.
"Akar masalahnya adalah BPJS Kesehatan dijadikan alat politik penguasa untuk bagi-bagi KIS di tengah warga sehingga meledak menjadi 86,4 juta orang," katanya saat dihubungi Tempo, Sabtu, 12 Maret 2016.
Dengan ledakan jumlah peserta KIS, menurut Hery, terjadi kecemburuan di kalangan warga. Peserta mandiri pun banyak yang mangkir. "Anggota kami juga sering mengeluhkan fasilitas dan pelayanan rumah sakit mitra BPJS. Bayar kelas I, tapi terima fasilitas dan layanan kelas III," ujarnya.
Hery menilai iuran mandiri BPJS Kesehatan yang rencananya naik pada April mendatang justru akan menurunkan minat peserta mandiri yang membayar iurannya secara sukarela. "Namun harus gigit jari karena fasilitas dan pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan harapan warga," tuturnya.
Per 1 April mendatang, iuran peserta mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut telah diteken dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Dengan terbitnya perpres itu, besaran iuran kelas I yang semula Rp 59.500 menjadi Rp 80 ribu. Iuran kelas II yang semula Rp 42.500 menjadi Rp 51 ribu. Adapun iuran kelas III yang semula Rp 25.500 menjadi Rp 30 ribu.
Iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) serta penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah juga mengalami kenaikan, dari sebelumnya Rp 19.225 menjadi Rp 23 ribu. Namun kenaikan iuran bagi peserta PBI tersebut sudah berlaku sejak 1 Januari lalu.
ANGELINA ANJAR SAWITRI