TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menggelar Forum Group Discussion (FGD) dengan tema “Wacana Perubahan Terhadap UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU pada Jumat, 11 Maret 2016 di Hotel Harris, Bogor, Jawa Barat.
Inspektur Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, Aidir Amin Daud mengatakan bahwa diskusi itu untuk mendukung program pemerintah dalam menjalankan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) dan AFTA (ASEAN Free Trade Area). Sehingga perlu dimunculkan gagasan pembaruan peraturan bidang kepailitan dan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
Selama ini berbagai pihak termasuk Kementerian Hukum dan HAM, praktisi hukum, akademisi, para profesional, organisasi profesi serta masyarakat pada umumnya menilai UU Kepailitan sudah tidak sejalan dengan asas-asas Hukum Kepailitan. "Para pelaku usaha swasta, BUMN atau BUMD sering mengeluhkan tentang keberadaan undang-undang tersebut," kata Aidir dalam keterangan tertulisnya.
Di sektor implementasi birokrasi, kata dia, pembahasan tentang perubahan undang-undang sejalan dengan Inpres Nomor 2 Tahun 2014, mengenai penataan kembali peraturan perundang-undangan. Contohnya, kurangnya fungsi pengawasan pelaksanaan tugas kurator sehingga membuat kurator menjadi superpower dan sulit disentuh oleh hukum. "Sehingga perlu pembahasan lebih lanjut terkait integritas kurator," katanya.
Selain itu, ia menganggap UU Nomor 37/2004 tentang Kepailitan dianggap mengatur ketentuan tentang likuidasi terlalu dini. Menurutnya, likuidasi yang prematur berdampak pada degradasi kepercayaan investor dari dalam dan luar negeri. "Program percepatan pemulihan ekonomi menjadi tersendat," ujarnya.
Selain itu, dalam focus group ini juga dibahas kelemahan-kelemahan undang-undang tersebut untuk menjamin asas kepastian hukum. "Masyarakat luas bisa memperoleh manfaat secara langsung," ujarnya.
ARKHELAUS W.