TEMPO.CO, Surabaya - Sidang lanjutan kasus Salim Kancil menghadirkan sejumlah saksi di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis 10 Maret 2016. Di antara saksi adalah Camat Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang mengaku tidak tahu menahu 'proyek' Kepala Desa Selok Awar-awar menambang pasir secara liar di desa itu berkedok program desa wisata.
Seperti diketahui, penolakan atas praktek tambang liar itu yang menyebabkan Salim Kancil dan seorang rekannya warga desa setempat, Tosan, dianiaya pada 26 September 2015 lalu. Tosan terluka parah, Salim tewas.
Dalam kesaksiannya, Camat Pasirian, Abdul Basar, menyatakan kalau pogram desa wisata di Selok Awar-awar tidak berkoordinasi dengan kecamatan. Dia juga mengaku tidak tahu keterlibatan instansi lain dalam program itu.
Dia hanya mengatakan sempat menyarankan kepada Haryono, si kepala desa yang juga menjadi terdakwa dalam kasus itu, untuk berkonsultasi dengan dinas pariwisata daerah setempat. “Langsung ke pemerintah kabupaten,” ujarnya.
Kemudian pada 30 Juni 2015 Basar mengatakan menerima laporan dari Salim Kancil dan Tosan bahwa dalam pembangunan desa wisata itu ditengarai ada praktek tambang pasir liar. Mendapat laporan itu, Basar mengaku langsung mencari klarifikasi kepada Haryono. Namun, dia tidak langsung meninjau lokasi.
Lalu pada 25 September 2015 dia juga mengatakan menerima telepon dari Kepala Kepolisian Sektor Pasirian, Sudarminto. Kepadanya, kapolsek mengatakan kalau Tosan akan berunjuk rasa menolak tambang pasir liar.
Namun, belum sempat bertemu dengan kapolsek untuk koordinasi, dia mengatakan sudah melihat Tosan dalam kondisi teraniaya dan Salim kancil tewas pada keesokan harinya. (Baca: Tosan Beberkan Kronologis Penganiayaan).
“Saya tidak tahu persis, ke sana sudah ada yang luka dan Salim sudah (tewas) di dekat pemakaman,” kata dia dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sigit Sutanto itu.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH