TEMPO.CO, Surabaya - Kejaksaan masih mengkaji langkahnya dalam kasus korupsi di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur jilid II. Penanganan kasus, yang kali ini membidik Ketua Kadin Jawa Timur La Nyalla Matalitti, itu harus dihentikan setelah hakim praperadilan memutuskan menerima permohonan penggugat pada Senin, 7 Maret 2016.
Kasus korupsi di Kadin Jawa Timur sebelumnya telah menjerat dua orang wakil ketua, masing-masing Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring. Keduanya dianggap terbukti bersalah menyelewengkan dana hibah periode 2011-2014 senilai total Rp 52 miliar melalui kegiatan akselerasi antarpulau dan usaha mikro kecil menengah. Akibatnya, negara diduga rugi Rp 26 miliar.
Kejaksaan memutuskan penanganan kasus tidak berhenti. Mereka kini menyelisik pertanggungjawaban terhadap penggunaan sisa dana hibah itu untuk pembelian saham perdana (IPO) Bank Jatim. Sebelum ada putusan praperadilan atas permohonan yang diajukan Diar, jaksa sudah sempat dua kali mengirim panggilan pemeriksaan terhadap La Nyalla dalam kasus ini, tapi belum dipenuhi.
“Tindakan hukum ada, tapi masih kami kaji,” kata Kepala Seksi Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Dandeni Herdiana, Kamis, 10 Maret 2016.
Dandeni menambahkan, sampai saat dia diwawancara Tempo, Kamis, 10 Maret 2016, pihaknya belum menerima salinan putusan praperadilan itu dari Pengadilan Negeri Surabaya. Kata dia, hal tersebut mempersulit jaksa mempelajari putusan.
"Tapi, yang pasti, kami tidak akan menyerah, terlebih soal konsep nebis in idem, yang nantinya akan jadi perdebatan dalam penegakan hukum," katanya menunjuk pada ketentuan yang digunakan hakim praperadilan dalam pertimbangan bahwa seseorang tidak dapat dituntut lantaran perbuatan (peristiwa) telah diputuskan oleh hakim.
Dandeni juga menilai, putusan praperadilan itu akan menjadi preseden yang buruk bagi perkembangan hukum Indonesia. Menurut dia, putusan hanya didasarkan pada asumsi hakim. “Kok bisa kami dinyatakan nebis in idem,” ujarnya.
Dandeni berpendapat, penegakan hukum, tentang pengertian nebis in idem, harus diperjelas. Ia berujar, sangat biasa kejaksaan memeriksa kembali satu kasus korupsi karena menemukan bukti baru yang mengarah pada satu tersangka.
Dandeni mencontohkan korupsi Badan Pengawas Pemilu Jawa Timur yang sudah diputus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya pada 4 Maret 2016. Hakim memvonis kepala sekretariat dan bendahara. “Sekarang masih ada tiga komisioner Bawaslu, apakah kejaksaan enggak boleh memeriksa lagi?" ucapnya.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH