TEMPO.CO, Mojokerto - Ketua Yayasan Mojopahit Teguh Starianto membantah tudingan Forum Umat Islam bahwa permukiman Balong Cangkring di Kelurahan Mentikan, Kecamatan Prajuritkulon, Kota Mojokerto, yang dia kelola merupakan tempat prostitusi. "Sudah berulang kali saya katakan jika ini bukan tempat prostitusi, tapi di sini tempat pembinaan, yang juga di dalamnya membina WTS (wanita tuna susila)," kata Teguh, Selasa, 8 Maret 2016.
Sebelumnya ratusan massa Forum Umat Islam yang terdiri dari Front Pembela Islam dan Jema'ah Ansharusy Syari'ah Mudiriyah Mojokerto berunjuk rasa di Balong Cangkring. Pengunjuk rasa sempat baku hantam dengan seorang pendukung permukiman yang diduga preman lokalisasi.
Melihat gelagat unjuk rasa akan memanas, sejak awal aparat Kepolisian Resor Mojokerto Kota dan Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Mojokerto telah bersiaga di lokasi untuk memisahkan dua kelompok massa yang saling berhadapan. Pengunjuk rasa menuntut Balong Cangkring ditutup karena diduga sudah lama jadi tempat prostitusi.
Namun tudingan itu ditampik Teguh. "Tidak ada prostitusi, tapi yang ada adalah pembinaan dan rehabilitasi para wanita tuna susila," kata dia.
Menurut Teguh bekas wanita tuna susila binaan itu sudah kembali ke rumahnya masing-masing sejak 8 Februari 2016. "Mereka pulang atas kesadaran sendiri agar tidak terjadi polemik yang berkepanjangan. Mereka takut," ujarnya.
Menurut Teguh, bentuk pembinaan yang selama ini dilakukan antara lain pelatihan menjahit, memasak, dan kegiatan spiritual. Ia mengklaim program pembinaan didanai secara mandiri oleh Yayasan Mojopahit.
Kawasan Balong Cangkring yang sudah dikelola puluhan tahun oleh Yayasan Mojopahit itu sedianya menjadi tempat tinggal dan rehabilitasi penyandang masalah kesejahteraan sosial seperti gelandangan, anak jalanan, pemulung, pengemis dan lanjut usia.
Teguh menuturkan telah berkirim surat ke Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus soal rencana pemerintah daerah menutup Balong Cangkring pada Mei tahun ini. "Dalam surat kami jelaskan bahwa Balong Cangkring bukan tempat postitusi tapi pembinaan," ujarnya.
Menurutnya, Balong Cangkring telah dikelola Yayasan Mojopahit sejak 1969. Kawasan itu menempati lahan 5 hektare milik perorangan. Ia membantah telah ada kesepakatan dengan Pemerintah Kota Mojokerto untuk mengubah permukiman menjadi pasar tradisional. "Jika beralih menjadi pasar tradisional harus ada persetujuan dari ahli waris. Jika ahli waris tidak menjual itu hak ahli waris," katanya.
ISHOMUDDIN