TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memberikan instruksi agar semua warga berada di dalam rumah selama gerhana matahari berlangsung.
Gerhana matahari total (GMT) pernah melintasi Madiun, Jawa Timur, pada 1983. Kala itu, sejumlah warga setempat tidak berani ke luar rumah selama beberapa menit lantaran takut buta bila melihat matahari atau hanya sinarnya secara langsung.
"Pintu, jendela, dan genteng kaca juga ditutup," kata Imron Rosidi, 50 tahun, warga Kelurahan Pandean, Kecamatan Taman, Kota Madiun, Selasa, 8 Maret 2006.
Kala itu, Imron berusia 17 tahun dan masih tinggal bersama orang tuanya di Desa Klagen Serut, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun. Pemerintah desa setempat, kata dia, memberikan instruksi agar semua warga berada di dalam rumah selama gerhana matahari berlangsung.
"Di luar gelap gulita seperti malam," ujarnya, yang saat itu melihat fenomena alam tersebut dengan membuka gorden jendela rumahnya.
Selang beberapa jam kemudian, ia melanjutkan, warga ke luar rumah. Mereka berusaha mencari tahu dampak setelah GMT melintas di daerahnya. Namun tidak ada keanehan lagi selain gelap gulita yang terjadi pada pagi hari.
Antok Kartiko, 47 tahun, warga Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, menyatakan fenomena gerhana matahari dikaitkan dengan mitos oleh sebagian orang. Kala itu, sebagian perempuan hamil sengaja bersembunyi di kolong tempat tidur.
"Supaya bayinya tidak dimakan buto ijo (raksasa yang dinilai muncul saat gerhana matahari)," tuturnya.
Keanehan lain saat GMT, ujar Antok—yang kala itu berusia 14 tahun, adalah sebagian warga memukul-mukul lesung yang dianggap bisa menjaga persediaan pangan dari serangan raksasa. Suara lesung dan suasana masih gelap, maka ayam yang dipelihara warga berkokok meski waktu itu sekitar pukul 09.00.
NOFIKA DIAN NUGROHO