TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, menyebutkan bahwa Revisi UU KPK merupakan bola panas pemerintah kepada DPR. Menurutnya, tidak ada ketegasan dari pemerintah terkait dengan revisi tersebut. Akibatnya, Hidayat menyarankan Revisi UU KPK ini dicabut saja dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Ini kan pemerintah lempar bola panas ke DPR, kami sudah mengira itu sejak awal. Sebaiknya dikeluarkan saja dari Prolegnas sehingga pemerintah dan DPR fokus pada program legislasi lain yang lebih penting," ujar Hidayat Nur Wahid di Komplek Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 7 Maret 2016.
Hidayat menjelaskan, sampai saat ini antara Presiden Joko Widodo, Kementerian Hukum dan HAM serta KPK masih berbeda pendapat mengenai tujuan Revisi UU KPK. Dengan mencabut dari Prolegnas polemik revisi itu berhenti.
"Menkumham bilang menguatkan, KPK bilang melemahkan tapi Presiden minta disosialisasikan dulu. Menurut saya dari pada nambah beban DPR, lebih baik (Revisi UU KPK) dicabut saja dari Prolegnas," katanya.
Dari Padang, Sumatera Barat, masyarakat menginginkan upaya revisi UU KPK lebih ke arah penguatan. "Bila memang harus direvisi diharapkan pada penguatan wewenang KPK bukan justru pelemahan," seorang mahasiswa Universitas Ekasakti Padang, Hendri Dunan, menegaskan itu pada Sabtu, 5 Maret 2016.
Korupsi, menurut Hendri, merupakan kejahatan terencana yang merugikan masyarakat. Bila DPR justru pelemahan berarti mereka menginginkan korupsi tidak perlu diberantas.
Seorang pensiunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Darmawi, berpandangan keputusan Presiden menunda revisi UU KPK tepat. Diharapkan pada masa penundaan ini pemerintah mengkaji kembali strategi pemberantasan korupsi yang menguatkan KPK.
ABDUL AZIS | ANTARA