TEMPO.CO, Surabaya -Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Efran Basuning mengabulkan permohonan praperadilan kasus penggunaan dana hibah untuk pembelian saham perdana (initial public offering) Bank Jatim oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur pada 2012, Senin 7 Maret 2016. Efran mengabulkan dua permohonan yang diajukan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kerja Sama Perdagangan Antarprovinsi, Diar Kusuma Putra.
“Mengadili dalam eksepsi, menolak eksepsi dalam seluruhnya,” kata Hakim Efran di persidangan. Dalam pokok perkara, hakim mengabulkan sebagian permintaan permohonan.
Diar mengajukan praperadilan untuk mempertegas kekuatan hukum surat perintah penyidikan kejaksaan. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur membuka kembali perkara itu pada 4 Januari 2015 dengan mengeluarkan dua Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Yang satu bertanggal 27 Januari 2016 mengenai korupsi, sedangkan yang dikeluarkan tanggal 15 Februari 2016 tentang tindak pidana pencucian uang.
Keduanya menggunakan dana hibah pemerintah provinsi pada untuk kegiatan Kadin pada 2011-2014. Namun, dana itu diduga digunakan untuk
pembelian saham perdana Bank Jatim oleh Kadin Jawa Timur pada 2012.
Pada Desember 2015, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menghukum Diar satu tahun dan dua bulan penjara dengan denda Rp100 juta serta harus mengembalikan uang negara Rp9 miliar. Selain Diar, juga divonis Wakil Ketua Umum Kadin Jawa Timur Bidang Energi Sumber Daya dan Mineral Nelson Sembiring dalam perkara yang sama. Nelson divonis 5 tahun 8 bulan penjara, denda Rp100 juta serta wajib membayar ganti rugi Rp17 miliar.
Keduanya terbukti menyelewengkan dana hibah Kadin Jawa Timur pada 2011 hingga 2014 melaui kegiatan akselerasi antar pulau dan usaha mikro kecil menengah. Dalam perkara itu Negara merugi Rp26 miliar.
Menurut Kejaksaan, negara juga dirugikan oleh tindakan pengurus Kadin Jawa Timur yang menggunakan dana hibah itu untuk membeli saham perdana Bank Jatim. Sehingga kejaksaan mengeluarkan surat perintah penyidikan kembali.
Munculnya surat perintah penyidikan baru membuat Diar merasa tidak ada kepastian hukum. Sehingga Diar mengajukan permohonan praperadilan atas perkara itu. Ia menginginkan surat perintah penyidikan itu dinyatakan tidak sah. Pada permohonan kedua, Diar meminta penyelidikan dan penyidikan kejaksaan tidak sah. Sedangkan pada permintaan ketiga, Diar ingin pengadilan menyatakan segala keputusan atau penetapan apapun yang dikeluarkan lebih lanjut oleh kejaksaan tentang kedua kasus itu tidak sah.
Hakin Efran menolak permintaan permohon yang ketiga. Juru Bicara Pengadilan Negeri Surabaya Burhanudin mengatakan, permohonan yang ketiga itu berlebihan. “Kalau permintaan kedua sudah dikabulkan, secara otomatis permintaan ketiga juga.”
Hakim memutuskan hal itu berdasarkan keterangan ahli, Edward Omar Sharif Hiariej. Edward mengatakan suatu kasus yang sudah diputus pengadilan, lalu diperiksa kembali maka dianggap dua kali mengadili perkara yang sama (nebis in ideem). Selain itu keterangan tim audit BPKP mengatakan BPKP sudah mengaudit dana hibah Jatim pada 2011 hingga 2014. Termasuk penggunaan dana IPO yang mengatasnamakan Ketua Umum Kadin Jawa Timur La Nyalla.
Penasehat hukum pemohon, Amir Burhanuddin mengatakan Dengan putusan itu, Kejaksaan tidak bisa melanjutkan penyidikan tentang penggunaan dana hibah pemprov itu terhadap kliennya. Baik penyidikan untuk kasus korupsi mau pun tindak pidana pencucian uang melalui pembelian saham perdana. “Otomatis membuka kasus itu dalam bentuk apapun sudah tidak sah secara hukum.”
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Romy Arizyanto mengatakan putusan ini yang pertama di Indonesia. Kata Romy, sangat aneh praperadilan dikabulkan oleh hakim terhadap surat perintah penyidikan umum. “Kan belum ada tersangkanya, dan itu diajukan bukan untuk tersangka,” kata Romy.
Romy mengatatakan, kejaksaan akan segera menerbitkan surat perintah penyidikan yang baru. “Kami tidak akan mundur dalam penegakan hukum.”
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH