TEMPO.CO, Jakarta - Tim ilmuan akan meneliti letusan Gunung Samalas, yang kekuatannya delapan kali lebih dahsyat dibanding letusan Gunung Krakatau dan dua kali lebih besar ketimbang letusan Gunung Tambora.
Gunung Samalas yang letaknya di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, meletus pada 1257. Letusan itu menyisakan struktur awal gunung purba berupa kawah besar yang kini lebih dikenal dengan nama Danau Segara Anak.
Dampak letusan Gunung Samalas menyebabkan pendinginan mendadak dan kegagalan panen di Eropa. Arkeolog baru-baru ini mencatat 1258 sebagai tahun untuk umur ribuan kerangka manusia yang ditemukan terkubur dalam kuburan massal di London.
Di Tanah Air, letusan Samalas yang memuntahkan lebih dari 40 kubik kilometer batu dan abu ke udara setinggi 40 kilometer, menyebabkan musnahnya Kerajaan Lombok. Maklum, tebal endapan di Pulau Lombok mencapai 40 meter.
“Peradaban manusia sebelum meletusnya Samalas akan digali oleh tim ilmuan,’’ kata Perekayasa Fungsional Museum Geologi, Heryadi Rachmat, Jumat, 4 Maret 2016.
Menurut Heryadi, yang sedang menyelesaikan program doktornya mengenai Gunung Rinjani, tim peneliti Samalas, antara lain Prof Dr Frank Lavigne dari Universitas Paris Pantheon-Sorbonne.
Lalu Kepala Pusat Arkeologi Nasional Made Geria, Wakil Rektor Universitas Mataram Prof Suwardji, dan pakar geografi dari Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Junun Sartohadi.
Gunung Rinjani semula disebut sebagai Samalas. Nama tersebut diperoleh dari catatan pada daun lontar yang terdapat di Museum Leiden dan Museum Negeri Nusa Tenggara Barat (NTB).
Terdapat dalam takepan (tulisan) Lontar Babad Lombok dan Babad Suwung. Jumlah takepan daun lontar yang menceritakan tentang sejarah dan kebudayaan NTB zaman dulu sampai saat ini, mencapai 1.200 buah.
Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Babad Lombok yang menyinggung masalah Gunung Samalas terdiri dari enam item, yaitu:
274. Gunung Rinjani longsor, dan Gunung Samalas runtuh, banjir batu gemuruh, menghancurkan Desa Pamatan, rumah rubuh dan hanyut terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya banyak yang mati.
275. Tujuh hari lamanya, gempa dahsyat meruyak bumi, terdampar di leneng (lenek), diseret oleh batu gunung yang hanyut, manusia berlari semua, sebahagian lagi naik ke bukit.
276. Bersembunyi di Jeringo, semua mengungsi sisa kerabat raja, berkumpul mereka di situ, ada yang mengungsi ke Samulia, Borok, Bandar, Pepumba, dan Pasalun, Serowok, Piling, dan Ranggi, Sembalun, Pa-jang, dan Sapit.
277. Di Nangan dan Palemoran, batu besar dan gelundungan tanah, duri, dan batu menyan, batu apung dan pasir, batu sedimen granit, dan batu cangku, jatuh di tengah daratan, mereka mengungsi ke Brang Batun.
278. Ada ke Pundung, Buak, Bakang, Tana’ Bea, Lembuak, Bebidas, sebagian ada mengungsi, ke bumi Kembang, Kekrang, Pengadangan dan Puka hate-hate lungguh, sebagian ada yang sampai, datang ke Langko, Pejanggik.
279. Semua mengungsi dengan ratunya, berlindung mereka di situ, di Lombok tempatnya diam, genap tujuh hari gempa itu, lalu membangun desa, di tempatnya masing-masing.
SUPRIYANTHO KHAFID