TEMPO.CO, Surabaya - Sidang lanjutan kasus Salim Kancil di Pengadilan Negeri Surabaya Kamis 3 Maret 2016 menghadirkan kesaksian Khosidah, seorang guru TK yang mengajar anak muridnya di balai Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Lumajang. Dia dan juga anak muridnya menyaksikan bagaimana massa menggelandang Salim Kancil dan menganiayanya di balai desa itu pada 26 September 2015 lalu
Khosidah menyatakan masih ingat jelas kejadian itu dan menjawab satu per satu pertanyaan jaksa, hakim, dan penasihat hukum. Saat itu, dia menuturkan, baru akan beranjak pulang bersama anak-anak muridnya. "Ada segerombolan lebih dari 50 orang naik sepedah (sepeda motor)," kata dia menggambarkan situasi di jalan sekitar Balai Desa Selok Awar-awar.
Gerombolan itu diingatnya membawa serta pacul dan sekop sambil ramai berteriak ‘ayo,ayo’. “Seperti ada ketegangan. Ada yang tetap di jalan. Ada yang di balai desa,” katanya, menambahkan.
Secara jelas, Khosidah juga menyebutkan melihat keberadaan Mad Dasir, Ketua Tim 12 yang merupakan kubu pro tambang pasir. Mad Dasir menjadi terdakwa aktor utama pembunuhan Salim Kancil selain Kepala Desa Hariyono.
Khosidah mengatakan tidak kenal yang lainnya. Beberapa anak-anak, dia menambahkan, ada yang melihat Salim Kancil dibawa gerombolan orang-orang itu. "Mereka (anak-anak) menjerit dan menangis," katanya yang lalu mengaku membawa anak-anak muridnya itu menjauh.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Efran Basuning. Dia diantaranya membandingkan kesaksian Khosidah terkait jumlah penganiaya Salim. “Dari 50 orang yang dibawa ke sini hanya 11 orang,” kata dia.
Secara keseluruhan ada 35 terdakwa yang disidangkan dalam 14 berkas terkait kasus ini. Mereka terbagi dalam kasus pembunuhan, penganiayaan, penambangan ilegal dan pencucian uang. Jumlah terdakwa itu belum termasuk dua lagi yang masih tergolong anak-anak dan belum ikut disidangkan.
Tragedi Salim Kancil berpangkal dari aktivitas tambang pasir liar berkedok program wisata desa oleh kepala desa dan Tim 12. Tambang berlokasi di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Jawa Timur. Salim Kancil dan warga lainnya yang menolak tambang sudah sempat melapor ke pemerintahan dan kepolisian setempat namun tak digubris hingga terjadi penganiayaan pada 26 September 2015.
Penganiayaan dialami pula oleh Tosan, warga lainnya. Dia menderita luka parah dan sempat menjalani operasi di rumah sakit. Adapun nyawa Salim Kancil tak tertolong setelah dianiaya di rumahnya, di balai desa, dan di lokasi dekat makam desa.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH