TEMPO.CO, Padang - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini tsunami setelah adanya gempa berkekuatan 7,9 SR, yang mengguncang Mentawai dan seluruh Sumatera Barat, Rabu malam, kemarin. Namun, tidak semua sirine peringatan dini yang menyala.
Kepala BMKG Stasiun Geofisika Padang Panjang Ramhat Triyono mengatakan peringatan dini tsunami itu dikeluarkan dengan status siaga untuk Mentawai, Sumatera Barat; Nias, Sumatera Utara; Singkil, Aceh; dan Bengkulu Utara. Sebab, ada ancaman tsunami lebih 0,5 meter hingga tiga meter. "SOP kami untuk status siaga, masyarakat harus menjauhi bibir pantai," ujarnya Kamis, 3 Maret 2016. Namun, kata Rahmat, banyak pemerintah daerah yang tidak menyalakan sirine peringatan dini.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Barat R. Pagar Negara mengatakan BPBD sengaja tidak menyalakan sirine peringatan dini tsunami, karena pusat gempa jauh dari Mentawai dan daerah Sumatera Barat lainnya. "Gempa kemaren itu 800 kilometer di lepas pantai barat Sumatera bagian Selatan," ujarnya.
Kata Pagar, gempa terjadi akibat dari strik-slip faulting atau sesar mendatar, dalam litosfer Samudra Indonesia dari lembeng Indo-Australia. Episentrumnya terletak 600 kilometer di barat daya zona subduksi utama yang mendefisinasikan batas lembang antara India/Australia dan lembang Sunda lepas pantai Sumatera.
Menurut dia, gempa tersebut cenderung tidak membangkitkan tsunami atau menyebabkan tsunami dalam skala kecil. "Makanya kami tidak menyalakan sirene peringatan dini," ujarnya.
Namun, kata Pagar, sirine sistem peringatan dini (early warning system) akan dinyalakan jika gempa tersebut terjadi di kawasan megathrust atau zona gempa besar, Sebab, itu adalah daerah yang berpotensi menimbulkan tsunami dengan skala besar.
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Sumatera Barat Ade Edward mengatakan gempa yang mengguncang Sumatera Barat pada Rabu malam, tidak berpusat di zona megathrust. Sehingga, tidak menyebabkan gelombang tsunami besar. Gelombang tsunami dengan skala besar bakal terjadi jika pusat gempa berada di sesar naik (megathrust) Mentawai. Kawasan ini merupakan tempat tumbukan antarlempeng Samudra Indonesia dengan lempeng Eurasia.
Ade juga menilai, sistem sistem peringatan dini (INA Tews) tsunami mesti dievaluasi. Sebab, tidak memberikan peringatan dini yang akurat dan efektif. "Software aplikasi ini dibangun sekitar tahun 2007 dengan basis data riset tahun 2006," ujarnya. Menurut dia, software ini tidak sesuai dengan perkembangan riset geotektonik dan tsunami genik kawasan Mentawai terbaru. Sehingga sistem ini harus dievaluasi.
ANDRI EL FARUQI