TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan suap kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dewie Yasin Limpo, Irenius Adii, mengaku jadi korban dan tertipu oleh pejabat negara. "Ya, saya menjadi korban dan merasa ditipu oleh pejabat negara, yaitu Dewie," ujar Irenius saat menjadi saksi di sidang pemeriksaan terdakwa dalam kasus suap Dewie Yasin Limpo di ruang sidang Cakra II di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis, 3 Maret 2016.
Walaupun merasa ditipu, Irenius berharap masih bisa melanjutkan proyek listrik di Kabupaten Deiyai, Papua. "Saya enggak ngerasa bersalah karena saya sudah dikorbankan Dewie," ujarnya.
Irenius mengakui telah memberikan uang pengawalan sebesar Sin$ 177.700 atau Rp 1,7 miliar kepada Dewie Yasin Limpo. Hal ini dilakukan karena Irenius mengaku ingin mengaliri Kabupaten Deiyai dengan listrik. "Iya saya memberikan uang tersebut ke Dewie namun lewat sekretaris pribadi Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso," ujar Irenius.
Pria yang juga Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Deiyai, Papua Barat, ini mengakui kesalahannya yang telah menjanjikan uang kepada anggota DPR.
"Saya percaya kalau Dewie bisa menggolkan proyek itu karena dia anggota DPR Komisi VII, jadi saya percaya sama dia," ujarnya. Irenius tidak pernah menilai buruk Dewie dan percaya jika anggota DPR dapat membantunya memperjuangkan kabupatennya.
Awalnya uang yang diminta Dewie saat perjanjian jumlahnya sangat banyak. "Dia meminta 10 persen dari dana proyek, namun saya diam hingga akhirnya dia meminta 7 persen sehingga saya setuju," ujar Irenius.
Saat serah terima uang di sebuah rumah makan di wilayah Jakarta Utara, mereka tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Irenius Adii dan Setiady Yusuf menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap kepada anggota Komisi VII DPR, Dewie Yasin Limpo. Setiady Jusuf adalah pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih.
Atas perbuatannya, Irenius dan Setiady didakwa Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
ARIEF HIDAYAT