TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku terorisme yang melibatkan anak terancam bakal mendapat hukuman lebih berat. Aturan tentang itu dimasukkan dalam draf revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Rabu, 2 Maret 2016.
Berdasarkan Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, aturan tersebut dimasukkan dalam pasal 16A. Pasal tersebut terdiri atas dua ayat. Ayat pertama menyatakan, dalam hal tindak pidana terorisme dilakukan oleh anak, pidana yang dijatuhkan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur sistem peradilan pidana anak.
Sedangkan ayat dua pada pasal yang sama berbunyi: "Dalam hal tindak pidana terorisme melibatkan anak, pidana yang dijatuhkan ditambah ½ (setengah) dari pidana yang diancamkan."
Saat ini RUU Nomor 15 Tahun 2003 tersebut hampir rampung. Pemerintah memilih melakukan revisi undang-undang daripada menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang karena beberapa alasan.
"Akan terjadi perdebatan hangat kalau perpu. Kegentingan memaksa yang seperti apa," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Alasan lain, menurut Yasonna, jika pemerintah menerbitkan perpu dan ditolak DPR, upaya penguatan UU Tindak Pidana Terorisme akan sia-sia.
Yasonna mengatakan, dalam revisi undang-undang, masih ada ruang untuk dialog dengan parlemen. "Kalau perpu, (jika) DPR tidak setuju, nanti langsung batal semua. Sudah capek-capek kita buat, ditolak bubar semua. Kalau revisi kan ada dialog, dialektika berpikir."
AGUNG SEDAYU | ANANDA TERESIA