TEMPO.CO, Jakarta - Dua pria bersaudara kandung itu berdiri di teras rumah saat Tempo datang, sore menjelang petang. Namun Mohamad Lutfi sangat kaget dan cemas serta ketakutan setelah Tempo memberi tahu tujuan mendatangi rumahnya di Jalan Pesantren RT 009 RW 008, Kelurahan Turen, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
“Iya, saya kenal orang yang sampean cari dan saya justru baru tahu kalau ia ditangkap Densus 88 dari sampean. Sekarang saya jadi ketakutan ikut ditangkap, padahal saya sama sekali tidak terlibat,” kata Lutfi, 40 tahun, Selasa, 1 Maret 2016. Ia ditemani M. Isharul Latif, adiknya.
Lutfi tidak menyangka temannya ditangkap Detasemen Khusus Antiteror alias Densus 88 pada Senin dinihari, 29 Februari 2016. Teman yang dimaksud ialah Pujianto alias Raider Bakiyah, 35 tahun, warga Jalan Raya Timur Pasar RT 03 RW 02, Desa Sumbermanjing Wetan, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.
Pujianto ditangkap aparat Densus 88 di Stasiun Kroya, Kelurahan Bajingwetan, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, bersama Panji Kokoh Kusumo alias Latif alias Gajah alias Fahri, 37 tahun. Panji berasal dari Kampung Karangrejo, RT 02 RW 02, Kelurahan Karangrejo, Kabupaten Magetan.
Dari Pujianto, aparat menyita sejumlah barang bukti, termasuk dua kartu tanda penduduk (KTP) atas nama Mohamad Lutfi serta Wiwik Yuliati (30), warga Sumber Ngepoh, RT 01 RW 06, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.
Lutfi menyangkal terlibat dalam kegiatan Pujianto. Pria lajang ini menjelaskan, sekitar 3 bulan KTP miliknya dipinjam Pujianto untuk dipakai masuk dan mencari kerja di Bali dan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Semula, Lutfi bersikeras menolak, tapi Pujianto memaksa.
“Saya katakan ‘ojok, iki KTP asli, nanti aku nggawe KTP opo?’ (jangan, ini KTP asli, nanti aku pakai KTP apa?). Tapi dia menyuruh saya pakai fotokopi KTP. Ia memaksa, begitu,” ujar Lutfi seraya menyodorkan selembar fotokopi KTP miliknya.
Isharul menimpali, kakaknya adalah orang yang tidak bisa menolak permintaan orang. Apalagi menolak permintaan dari orang yang sudah sangat baik dan royal seperti Pujianto.
“Kakak saya ini punya kelemahan, yaitu tidak tegaan. Orangnya tidak bisa tegas kepada orang lain, terlebih pada Pujianto yang sangat royal dengan suka memberi uang kepada kakak saya dan mengajaknya jalan-jalan,” tutur Latif.
Perkenalan Lutfi dan Pujianto terjadi sekitar 4 tahun lalu. Pujianto pindah dari Sumbermanjing Wetan ke Turen untuk menetap bersama istrinya, Agnes. Di Turen, ia rajin mengikuti pengajian yang diadakan Badan Koordinasi Tarbiyatul Quran (Bakortaq), dekat rumah Lutfi.
Pada 2012, Pujianto berkenalan dengan kakak tertuanya, Affandy. Si kakak ahli melakukan rukiah syariah, yaitu sebuah terapi pengobatan dengan cara membaca ayat-ayat suci Al-Quran dan doa-doa perlindungan, yang bersumber dari Al-Quran dan sunah Nabi Muhammad.
Pada 2013, Pujianto meninggalkan kegiatan rukiah dan beralih mengikuti jamaah tabligh yang ada di Turen. Namun Pujianto tetap berhubungan baik dengan keluarga Lutfi. Bahkan, hubungan baik ini tetap dijaga Pujianto meski kemudian ia menceraikan Agnes. Tak lama berselang, ia menikahi Wiwik Yulianti. Wiwik meninggal 2 tahun lalu.
Lutfi menambahkan, “Lama-lama saya tahu kelakuannya tidak baik. Dari hati kecil saya, sebenarnya sudah enggak senang sama dia. Pujianto sudah banyak berubah menjadi tidak baik, seperti suka kawin-cerai. Pemahamannya tentang jihad pun aneh-aneh bagi saya,” ujar Lutfi.
ABDI PURMONO