TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana memerinci aturan tentang sanksi bagi orang yang memberi bantuan terhadap aksi terorisme. Salah satunya aturan tentang penyebaran ucapan, tulisan, sikap, atau perilaku yang dapat mendorong perbuatan terorisme.
Berdasarkan draf revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang diperoleh Tempo, Rabu, 2 Maret 2016, aturan itu ditulis pada pasal 13A yang disisipkan di antara pasal 13 dan pasal 14.
Pasal 13A berbunyi: "Setiap Orang yang dengan sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan yang dapat mendorong perbuatan atau tindakan kekerasan atau anarkisme atau tindakan yang merugikan individu atau kelompok tertentu dan/atau merendahkan harkat dan martabat atau mengintimidasi individu atau kelompok tertentu yang mengakibatkan Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun."
Selama ini propaganda terorisme marak terjadi. Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Hanafi Rais mengatakan propaganda radikalisme telah menyebar hingga media sosial, seperti Facebook, YouTube, Twitter, dan sejumlah media lain, yang umumnya disukai kalangan remaja.
Hanafi mengatakan pemerintah berencana akan lebih mengutamakan pencegahan. Meski begitu, Hanafi menyarankan jangan sampai undang-undang tersebut ternyata membuat kepolisian makin represif. Ia menyarankan adanya upaya kolektif untuk mengawasi terorisme di media sosial di antaranya dengan melakukan propaganda antiterorisme.
"Di Amerika Serikat atau negara-negara Eropa telah dibentuk lembaga counter narrative cyber crime," tuturnya Februari lalu.
AGUNG SEDAYU/AVIT HIDAYAT