TEMPO.CO, Yogyakarta - Sekitar seribu simpatisan, kader, dan pengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Daerah Istimewa Yogyakarta serta Surakarta menggerudug Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yogyakarta untuk menyampaikan protes atas berlarut-larutnya polemik pengesahan kepengurusan PPP oleh pemerintah, Senin, 29 Februari 2016.
Mereka memprotes keluarnya surat keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, yang menghidupkan lagi hasil Muktamar Bandung sebagai jalan tengah menggelar muktamar islah pada April mendatang antara kubu Munas Jakarta pimpinan Djan Faridz dan kubu Munas Surabaya pimpinan Romahurmmuzy.
PPP DIY dan Surakarta mendesak pelaksanaan keputusan Mahkamah Agung yang telah membekukan hasil munas Surabaya dan mengakui munas Jakarta. Dalam aksi yang dijaga ratusan personel kepolisian Kota Yogyakarta itu, tokoh PPP DIY, Syukri Fadholi, serta tokoh senior PPP Surakarta, Mudrick Sangidu, turun dan berorasi. Mudrick menuturkan intervensi pemerintah dalam persoalan internal PPP ini merupakan yang terburuk dalam 30 tahun terakhir.
Tokoh pencetus gerakan Mega-Bintang di Surakarta saat melawan Orde Baru itu mengatakan Presiden Joko Widodo, melalui Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, sengaja menerapkan teori belah bambu untuk mengobrak-abrik PPP sebagai partai Islam yang selama ini solid. “Satu pihak diinjak, satu diangkat,” ujar Mudric menjelaskan teori belah bambu itu.
Mudrick, yang juga anggota Majelis Pertimbangan Pusat PPP, menyatakan pengurus daerah dan kader tak perlu takut melawan pemerintah karena pemerintah sendiri tak patuh kepada putusan hukum, seperti yang dikeluarkan MA.
“Ini seperti sudah bukan negara hukum karena kezalimannya sangat nyata,” ujarnya.
Ketua PPP DIY Syukri Fadholi menuturkan protes PPP ini bukan untuk mendukung salah satu kubu, apakah Munas Jakarta atau Surabaya. “Kami tak peduli pimpinan dua kubu itu, kami hanya mendesak pemerintah melaksanakan putusan MA. Kalau mau fasilitasi islah, bukan dengan hidupkan Muktamar Bandung,” ujarnya.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham DIY Pramono menyatakan pihaknya akan segera berkomunikasi dengan Menteri Hukum dan HAM serta menyampaikan surat desakan dari PPP itu. “Kami di daerah tidak bisa mengambil keputusan, hanya bisa mengusahakan tuntutan ini segera sampai ke pusat dan direspons,” ucapnya.
PRIBADI WICAKSONO