TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin divonis 4 tahun penjara serta denda Rp 100 juta dengan subsider satu bulan. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 29 Februari 2016, menilai Ilham terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Hakim juga menuntut Ilham membayar ganti rugi atas kerugian yang ia timbulkan. "Membayar ganti rugi sebesar Rp 150 juta," kata Ketua Majelis Hakim Tito Suhud saat membacakan putusan.
Jika Ilham tak mampu membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan, harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika jumlahnya tidak mencukupi, ganti rugi dibayar dengan kurungan selama satu tahun.
Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa. Jaksa menuntut Ilham dengan Pidana 8 tahun dan denda Rp 300 juta. Ilham juga dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp 5,5 miliar atau kurungan selama 3 tahun.
Majelis menyatakan Ilham terbukti menyalahgunakan jabatannya. Ia mengarahkan Direksi PDAM Kota Makassar untuk menunjuk PT Traya Tirta Makassar sebagai pemenang proyek Rehabilitasi, Operasi, dan Transfer (ROT) Instalasi Pengolahan Air (IPA) II Panaikang pada 2007-2013. Kerja sama tersebut kemudian dinilai merugikan keuangan negara.
Putusan tersebut diambil dengan pertimbangan bahwa Ilham telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan program pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi. Sementara status Ilham yang memiliki tanggungan keluarga menjadi pertimbangan yang meringankan. Hakim juga mempertimbangkan prestasi dan penghargaan yang selama ini didapat oleh Ilham.
Putusan yang diberikan bukanlah keputusan bulat. Hakim anggota Sofialdi menyatakan perbuatan yang dilakukan Ilham termasuk ke dalam ranah hukum perdata. "Sehingga terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan," katanya. Ilham seharusnya menyelesaikan masalahnya melalui gugatan perdata.
Namun Majelis Hakim tetap menilai Ilham melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Saat vonis dibacakan, keluarga dan kerabat Ilham yang memenuhi ruang sidang sebagian menangis. Istri Ilham, Aliyah Mustika Ilham, menangis tersedu. Anak-anak Ilham pun langsung memeluk Ilham setelah sidang usai.
Terkait dengan putusan tersebut, Ilham dan kuasa hukumnya menyatakan belum berpikir untuk mengajukan banding. "Saya dan kuasa hukum akan mempertimbangkan terlebih dahulu," kata Ilham. Hal yang sama juga dilakukan Jaksa. "Kami akan pikir-pikir dahulu," kata Jaksa Ali Fikri.
VINDRY FLORENTIN