TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo mengatakan LPSK akan memfasilitasi kebutuhan medis dan psikologis korban terorisme di Indonesia. “Sesuai dengan UU Nomor 31 Tahun 2014, kami memang menangani korban teror,” kata Hasto kepada Tempo pada Sabtu 27 Februari 2016.
Hasto menjelaskan memang di UU Nomor 31 Tahun 2014, yang merupakan perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006, LPSK diberikan mandat untuk menangani korban terorisme, namun hal ini masih memiliki hambatan. “Mengenai rujukan korban, banyak yang tak memiliki data pasti," katanya.
Hasto menuturkan untuk korban-korban terorisme yang masih baru, seperti bom Thamrin misalnya, masih bisa untuk dibuktikan kalau mereka memang korban. Namun, jika sudah menyangkut bom Bali ataupun bom Hotel Marriot, mereka sulit memverifikasi korban. “Kalau enggak hati-hati nanti bisa salah.”
Baca: Diusung Tantang Ahok, Kang Emil: Ada yang Jerumuskan Saya!
Untuk itulah, menurut Hasto, dibutuhkan adanya kerja sama dengan pihak lain, untuk mencari rumusan penanganan yang lebih baik. LPSK akan segera menggelar pertemuan dengan Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Secepatnya kami akan bertemu.”
Untuk jenis perawatan yang akan diberikan oleh LPSK sendiri, akan berupa perawatan medis, psikologis, dan psikososial. Hasto bercerita pihaknya baru saja menerima sembilan orang korban bom Thamrin, yang mengajukan permohonan.
“Pemerintah DKI mau biayai, namun kami mendengar hanya dibiayai yang sekarang saja, nanti akan diurus BPJS. Kalau kami, sampai lanjutan perawatan tetap kami biayai,” ucap Hasto. Ia menegaskan tetap dibutuhkan pemahaman dan kerjasama antar instansi yang baik, agar tak ada tumpang tindih dalam prakteknya nanti.
DIKO OKTARA