TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengatakan para kepala daerah yang baru saja dilantik tidak boleh mengganti pejabatnya dalam jangka waktu enam bulan. Larangan tersebut disampaikan Yuddy dalam Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penggantian Pejabat Pasca-Pilkada.
"Para kepala daerah yang baru saja dilantik juga tidak boleh mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun sejak pelantikan pejabat tersebut," ujar Yuddy dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 26 Februari 2016.
Surat edaran itu, menurut Yuddy, diterbitkan sebagai pengingat bagi para kepala daerah yang baru saja dilantik. Dia berujar, pengingat itu diperlukan agar pengembangan karier aparatur sipil negara (ASN) di setiap daerah lebih terjamin dan berkesinambungan.
Yuddy mengatakan dasar penerbitan surat edaran itu adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, khususnya Pasal 162 ayat 3.
“Gubernur, bupati, atau wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemerintah provinsi atau kabupaten/kota dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak tanggal pelantikan,” kata Yuddy, seperti yang tertulis dalam UU tersebut.
Surat edaran itu diterbitkan atas dasar UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, khususnya Pasal 116. Dalam ayat 1 UU ASN, pejabat pembina kepegawaian (PPK) dilarang mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun terhitung sejak pelantikan pejabat pimpinan tinggi, kecuali pejabat tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
"Untuk penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya, menurut ayat 2, dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden," tutur Yuddy. Dia menambahkan, surat edaran tersebut sudah dikirimkan kepada seluruh gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia.
ANGELINA ANJAR SAWITRI