TEMPO.CO, Luwu Timur - Aksi unjuk rasa ratusan warga yang merupakan masyarakat adat Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, yang berlangsung sejak Senin lalu, 22 Februari 2016, masih berlanjut hingga Rabu, 24 Februari 2016. Mereka memblokir jalan Trans Sulawesi, terutama di jalur Sorowako-Malili.
Masyarakat adat dari Kecamatan Nuha, Towuti, dan Kecamatan Wawondula, itu membakar ban, membentangkan balok kayu dan bambu, yang mengakibatkan arus lalu lintas tersendat. Mereka juga menahan kendaraan operasional PT Vale, meski ada pula yang dibiarkan tetap melintas.
Koordinator aksi, Andi Baso, menegaskan tidak akan berhenti melakukan aksi unjuk rasa jika tuntutan mereka tidak dipenuhi oleh PT Vale maupun oleh Pemerintah Kabupaten Luwu Timur. "Aksi kami akan terus berlanjut," katanya, Rabu, 24 Februari 2016.
Para pengunjukrasa menuntut PT Vale, yang dahulu bernama PT INCO, melepaskan lahan pertanian dan tanah adat, yang masuk dalam peta konsesi atau kawasan kontrak karya perusahaan pertambangan nikel itu. Lahan warga yang diklaim oleh PT Vale merupakan lahan yang sudah bersertifikat. Sebagian lagi adalah hutan adat dan hutan lindung.
Kepala Kepolisian Resor Luwu Timur, Ajun Komisaris Besar Muhammad Alfian, menilai unjuk rasa itu masih kondusif dan tidak ada tanda-tanda akan terjadi tindakan yang anarkistis. Kendaraan operasiona PT Vale juga dibolehkan melintas. Itu sebabnya dia belum perlu melakukan tindakan apapun terhadap warga. "Polisi tidak mau berbenturan dengan masyarakat,” ujarnya.
Menurut Alfian, polisi tidak akan bertindak represif, terutama jika akar masalah tidak dituntaskan penyelesaiannya. Kalaupun polisi bertindak, warga akan kembali melakukan aksinya.
Anggota Komisi I DPRD Luwu Timur, Rully Heriawan, menjanjikan akan menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan manajemen PT Vale, masyarakat adat Sorowako serta Dinas terkait di Kabupaten Luwu Timur. “Harus ada solusi yang baik bagi semua pihak,” ucapnya.
Staf Ahli Bidang Hukum dan Pemerintahan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, Budiman, mengatakan masalah yang berkaitan dengan kontrak karya PT Vale merupakan kewenangan pemerintah pusat. “Kami di daerah hanya bisa membantu memfalitasi penyelesaian permasalahan dan mengkomunikasikannya dengan semua pihak yang terkait,” tuturnya.
Juru bicara PT Vale, Iskandar Siregar, tidak bisa memberikan penjelasan karena harus ada pernyataan resmi Presiden Direktur yang juga CEO PT Vale, Nico Kanter. Sebelumnya Nico mengatakan pihaknya meminta DPRD Luwu Timur segera memfasilitasi pertemuan guna mengklarifikasi tuntutan dan tuduhan masyarakat.
Nico juga menegaskan, sebagai perusahaan terbuka, PT Vale tidak pernah dan tidak akan mengambil hak pihak lain. Adapun tanah dan bangunan pihak lain yang berada di dalam wilayah kontrak karya PT Vale, yang telah memiliki dokumen-dokumen yang sah, oleh PT Vale tetap diakui sebagai hak milik pihak yang bersangkutan.
Alasan PT Vale untuk tetap memasukannya dalam cakupan wilayah kontrak karya, antara lain karena wilayah tersebut dikelilingi area tambang PT Vale untuk masa sekarang maupun rencana ke depan. “Di beberapa tempat, terdapat pula beberapa fasilitas dan sarana operasi kami dan kegiatan operasi kami melintas wilayah tersebut.” Kata Nico.
HASWADI