TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyatakan pemerintah tidak memiliki keinginan sedikit pun memperkeruh konflik partai, termasuk masalah di Partai Persatuan Pembangunan. Dia pun menegaskan, pemerintah tidak memiliki kepentingan sama sekali dalam konflik tersebut.
"Kami ingin partai yang telah menyumbangkan manfaatnya bagi bangsa dan negara ini dapat menyelesaikan konfliknya secara tuntas," ujar dia dalam sambutannya pada acara Musyawarah Kerja Nasional IV PPP di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Rabu, 24 Februari 2016.
Menurut Yasonna, kementeriannya mengambil keputusan memperpanjang masa kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung atas dasar kajian secara hukum yang mendalam. "Gugatan-gugatan hukum yang dilakukan bukan mempercepat penyelesaian konflik, melainkan membuatnya berlarut-larut," katanya.
Karena itu, Yasonna berujar, cara terbaik untuk menyelesaikan dualisme di dalam tubuh partai berlambang Ka’bah itu adalah melalui islah. "Kalau kami sahkan Jakarta, kita rombak kepengurusan, ketuanya, Pak Djan Faridz, dan sekjen-nya, Pak Romahurmuziy, itu melanggar hukum," tuturnya.
Karena itu, Yasonna pun memutuskan memperpanjang masa kepengurusan Bandung karena merupakan satu-satunya cara menyelesaikan konflik di PPP. "Pikiran kami, kembali ke titik nol. Sebagai langkah rekonsiliasi, bentuk muktamar yang demokratif, rekonsiliatif, dan berkeadilan. Ini menjadi magic words," ucapnya.
Yasonna juga meminta semua kader PPP meninggalkan perbedaan-perbedaan pendapat yang masih terjadi. "Dorong teman-teman, panggil mereka. Nanti di dalam kepanitiaan muktamar, semua ada di sana. Kalau berkelahi, Bapak-Ibu juga yang rugi karena tahapan-tahapan pemilu akan segera dimulai," katanya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI