TEMPO.CO, Blitar - Belasan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri mendatangi Markas Kepolisian Resor Kota Blitar. Mereka mempertanyakan proses penyidikan yang dilakukan terhadap redaktur Harian Radar Tulungagung (Jawa Pos Grup) terkait penayangan berita yang dinilai merugikan perusahaan konstruksi.
Kedatangan wartawan itu diterima oleh Kapolres Kota Blitar Ajun Komisaris Besar Yossy Runtukahu dan Kepala Satuan Reserse Kriminal serta Humas Polresta Kota Blitar. Wartawan mempertanyakan proses hukum yang dilakukan kepada Abdul Aziz, redaktur Harian Radar Tulungagung.
Sebelumnya, Satuan Reserse Kriminal Polresta Blitar telah melayangkan surat panggilan pemeriksaan hingga dua kali kepada Aziz terkait berita pelaksaan proyek infrastruktur pengairan yang dikerjakan sejumlah rekanan Dinas Pertanian Kota Blitar. "Salah satu kontraktor tak terima hasil pekerjaannya difoto oleh wartawan Radar," kata Agus Fauzul, koordinator Divisi Advokasi AJI Kediri di Mapolres Blitar, Rabu 24 Februari 2016.
Karena itulah kontraktor yang juga aktivis sebuah lembaga swadaya masyarakat di Blitar itu melaporkan Abdul Aziz selaku redaktur yang bertanggungjawab atas proses editing berita tersebut ke polisi. Atas laporan tersebut polisi menindaklanjuti dengan melayangkan surat panggilan kepada Aziz.
Agus mengatakan persoalan tersebut merupakan ranah sengketa pemberitaan yang memiliki mekanisme penyelesaian sendiri melalui UU Pers. Pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan Radar diminta menggunakan hak jawab mereka. Jika masih merasa kurang, mereka juga bisa melaporkan ke Dewan Pers yang akan memanggil para pihak yang bersengketa. "Kami ke Mapolres ini untuk mendudukkan persoalan bahwa polisi tak bisa memproses laporan tersebut karena sudah ada MoU antara Polri dan Dewan Pers," kata Agus.
Ketua AJI Kediri Afnan Subagyo menegaskan kedatangan AJI ke Mapolres ini bukan dalam rangka mengintervensi kinerja polisi, atau bahkan memberangus hak pelayanan hukum pelapor. AJI hanya meminta agar penyelesaian ini dilakukan melalui mekanisme yang sudah diatur dalam UU Pers dan tak dipaksakan ke ranah pidana umum.
Kapolresta Blitar Yossy Runtukahu menyatakan institusinya sama sekali tak bermaksud mempidanakan jurnalis dalam kasus ini. Namun sebagai lembaga pelayanan hukum, polisi juga tak bisa mengabaikan atau menolak laporan yang disampaikan masyarakat terhadap media.
Dia juga menegaskan pemanggilan yang dilayangkan kepada Aziz bukanlah sebagai saksi ataupun tersangka, namun untuk dimintai keterangan terkait laporan tersebut. "Kami pun mendorong kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan," katanya yang berjanji tak akan melanjutkan penyidikan.
Pemimpin Redaksi Radar Tulungagung Andrian Sunaryo mengakui adanya kesalahan dalam penayangan foto di medianya. Namun hal itu sudah diperbaiki dalam pemberitaan berikutnya. Dirinya merasa kaget ketika polisi tiba-tiba melayangkan surat panggilan hingga kedua kali atas kasus tersebut. "Padahal kami sudah memberikan hak jawab melalui pemberitaan berikutnya," katanya.
HARI TRI WASONO