TEMPO.CO, Surabaya - Sekitar seratus warga Pegunungan Kendeng Utara, yang terdiri atas Kecamatan Sukolilo, Kayen, dan Tambakkromo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, berunjuk rasa ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Ketintang Madya, Surabaya, Rabu, 24 Februari 2016.
Mereka bermaksud mengetuk hati majelis hakim yang akan memutus perkara banding gugatan izin lingkungan pendirian dan penambangan semen PT Sahabat Mulia Sakti serta PT Indocement Tbk. Seorang di antara mereka mengaku berangkat dari Pati pada Selasa, 23 Februari 2016 pukul 21.00 WIB.
Baca Juga:
Para perempuan berkebaya memukul lesung berisi hasil bumi sambil menyanyikan tembang Wis Wayahe. “Swara lesung kabeh iki kanggo njaga semangate warga Pati (suara lesung semua ini untuk menjaga semangat warga Pati),” kata salah seorang perempuan pengunjuk rasa.
Mereka juga menggelar aksi teatrikal yang menggambarkan keberanian petani Pati menolak pembangunan pabrik semen. Teatrikal ini diisi tarian Bujang Ganong dan naga yang meliuk-liuk mengelilingi pengunjuk rasa.
Baca juga: Hakim Batalkan Izin Pembangunan Pabrik Semen Kendeng Pati
Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) Gunretno mengatakan lesung merupakan simbol ketahanan pangan. Bagi warga Kendeng, lebih penting mengedepankan ketahanan pangan daripada tambang. “Petani dan orang di luar petani bisa hidup karena hasil panen,” ucapnya.
Gunretno menuturkan, pada 27 November 2009, warga Kendeng Utara pernah melakukan audiensi di Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya soal gugatan terhadap PT Semen Gresik. Saat itu, kata dia, pihak Pengadilan Tata Usaha Negara mengatakan belum menunjuk majelis hakim.
Namun, kata Gunretno, lima hari kemudian majelis hakim mengeluarkan putusan memenangkan perusahaan. Kasus ini berlanjut hingga tahap peninjauan kembali dan dimenangi warga.
Dengan slogan “Pati Bumi Mina Tani”, pengunjuk rasa berharap majelis hakim punya wawasan lingkungan saat memutus perkara. Menurut Ketua Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (Sepaham) Indonesia Herlambang Perdana Wiratraman, yang mendampingi pengunjuk rasa, warga Kendeng tidak menolak pembangunan.
Namun, kata dia, selama ini warga tidak pernah dilibatkan dalam rencana pembangunan pemerintah. “Bagaimana mau menerima sesuatu yang warga tidak pernah diajak bicara. Yang terjadi justru penyingkiran hak warga,” tuturnya.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH