TEMPO.CO, Purwakarta - Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, memberikan bekal modal usaha kepada 23 eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) asal daerahnya yang terusir dari bekas lokasi penampungan mereka di Kepulauan Mempawah, Kalimantan Barat.
"Masing-masing kepala keluarga kami berikan modal usaha Rp 15 juta," kata Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, kepada Tempo, Rabu, 24 Februari 2016. Ada pun ke 23 eks Gafatar yang dipulangkan ke Purwakarta berasal dari empat kepala keluarga.
Sejak dipulangkan dari Mempawah dua pekan lalu, Dedi mengungkapkan, mereka menempati karantina Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta. Di tempat itu, mereka mendapatkan pembinaan dari aparat pemkab, TNI dan Polri, serta Majelis Ulama Indonesia.
"Terutama mendapatkan pembinaan soal wawasan kebangsaan, nasionalisme, NKRI, dan mengembalikan mereka ke ajaran Islam yang benar," ujar Dedi. Supaya ketika mereka kembali ke pangkuan keluarga dan lingkungan sosialnya, mereka benar-benar sudah dalam keadaan isyaf dan bisa diterima masyarakat.
Ada pun soal bantuan dana, Dedi berujar, dimaksudkan supaya mereka bisa membuka usaha pertanian atau usaha kecil-kecilan, misalnya berjualan goreng-gorengan. "Mereka itu kan terkenal ulet dengan olah taninya," katanya.
Dengan begitu, mereka bisa mencari nafkah dari hasil usahanya buat menghidupi keluarganya tanpa harus meminta belas kasihan keluarganya.
Dedi mengimbuhkan, ke 23 eks Gafatar tersebut, sesuai hasil validasi data kependudukan, diketahui ada empat KK eks Gafatar yang berasal dari luar Purwakarta. Masing-masing dua KK berasal dari Bekasi, satu KK dari Subang, dan satu KK lagi berasal dari Indramayu. Mereka sebelum `hijrah` ke Mempawah, terlebih dahulu mengontrak rumah di Purwakarta. "Jadi, seolah-olah mereka penduduk asli Purwakarta," tutur Dedi.
Abdul Rahman, salah seorang kepala keluarga eks Gafatar yang dikembalikan dari Mempawah ke Purwakarta, mengakui sebelumnya dia pernah tinggal di Kecamatan Cibatu, Purwakarta. "Tetapi, sebelum berangkat ke Kalimantan Barat, kami sudah pindah ke Subang dan berpenduduk Subang," ujarnya.
Dia mengatakan semua harta benda di kampung halamannya semula sudah ludes dijual buat mengikuti program transmigrasi ala Gafatar yang terlarang itu. Ia pun kini mengaku pasrah. "Tapi, kami punya harapan dengan bantuan modal yang diberikan Pak Dedi," kata Rahman.
NANANG SUTISNA