TEMPO.CO, Yogyakarta - Kerajinan patung bergaya patung Asmat berukuran kecil dipajang berderet di etalase rumah produksi “Bayu Handicraft” di sentra kerajinan patung primitif di Dusun Pucung, Pendowoharjo, Kecamatan Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jangan bayangkan patung itu masih berbentuk patung Asmat di Papua yang berbau mistis. Patung di rumah produksi milik Purnomo ini bercorak modern. Ada yang sedang mengenderai sepeda motor, ada pula yang menyandang gitar.
Rumah produksi milik Purnomo adalah satu dari tiga usaha kerajinan patung bergaya primitif yang masih bertahan. "Kerajinan patung primitif makin habis," kata Nurbani Hadisihono, pengrajin yang memulai usaha patung primitif di Dusun Pucung, kemarin.
Baca Juga:
Padahal, ujar Nurbani, sebelumnya ada 40 perajin. Satu perajin mempekerjakan puluhan hingga ratusan pekerja. Nurbani, misalnya, dahulu mempekerjakan 150 orang. Omzet perajin rata-rata waktu itu Rp 75 juta per bulan. Mereka bahkan kewalahan memenuhi pesanan dari Eropa, Amerika Latin, dan Australia.
Purnomo mengawali produksi patung primitif pada 1990-an. Saat itu seorang pengusaha mebel, Ambar Polah, memberi contoh patung primitif kepada penduduk Pucung. Ambar Polah mendorong penduduk memproduksinya. Dusun Pucung pun kondang sebagai desa kerajinan patung primitif dengan puluhan usaha kerajinan. Pasar ekspor pun terbuka. Purnomo, misalnya, tiap dua bulan terima pesanan dari Eropa, dan Australia. Dia mengekspor 7000 hingga 10 ribu patung primitif yang dibandrol Rp 12 ribu hingga Rp 500 ribu per patung.
Menurut Purnomo, ekspor patung primitif mulai tersendat pasca-bom Bali. Krisis keuangan global juga dia tuding membuat ekspor patung merosot. Kapasitas produksi pun dikurangi. Dia hanya melayani permintaan tiap tiga bulan sekali. "Saya sekarang mengandalkan pasar ekspor Timur Tengah dan Argentina," kata Purnomo.
Perajin yang gulung tikar beralih menjadi perajin mebel, fiber, bahkan buruh. Adapun Nurbani pindah usaha karena terus merugi. Kini, dia mengolah limbah kayu menjadi kerajinan fungsional, di antaranya tempat buah, kursi, meja, dan rak buku. "Sentra kerajinan patung primitif dibikin dengan usaha keras. Kini nyaris runtuh dan tidak ada perhatian dari pemerintah," kata Nurbani.
SHINTA MAHARANI