TEMPO.CO, Surabaya - Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya menghadapkan 14 siswa yang membolos sekolah dan terjaring di warung kopi dan Internet kepada Wali Kota Tri Rismaharini di kantornya, Selasa, 23 Februari 2016. Para siswa itu lalu menerima 'wejangan' khusus dan dihukum dengan cara orang tua dilarang memberi uang saku kepada mereka pada Rabu, 24 Februari 2016.
"Orang tua kalian itu susah-susah cari uang, lah kalian malah bolos," kata Risma saat memberikan nasihatnya.
Risma tambah kecewa ketika mendapati alasan dari sebagian siswa itu membolos sekolah. Mereka mengaku malas dan bosan sekolah setiap hari. Hampir seluruh siswa tersebut telah duduk di bangku kelas XII dan menjelang ujian nasional. “Mestinya kelas XII itu harus lebih giat belajarnya, bukan malah tambah bolos dan nongkrong seperti ini,” kata Risma.
Risma memberi hukuman kepada belasan pelajar itu dengan cara memanggil kepala sekolah beserta orang tua mereka masing-masing. “Besok tidak ada uang saku bagi kalian yang bolos, saya akan bilang pada orang tua kalian semuanya,” ujarnya dengan marah.
Bahkan, Risma juga mengancam akan mengirim mereka ke Lingkungan Pondok Sosial milik Dinas Sosial Surabaya apabila kembali terjaring karena membolos sekolah. "Tolong enam siswa ini dites urinenya, kalau yang anak SD ini Facebook-nya ditelusuri," kata Risma kepada Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Surabaya dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
Sebelumnya, Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto menerangkan bahwa operasi razia pelajar berdasarkan laporan dari media sosial Twitter yang mengeluhkan keberadaan sejumlah pelajar yang memilih lebih banyak berada di sebuah warung kopi daripada di sekolah di Jalan Simo Pomahan. “Laporan warga itu langsung kami tindaklanjuti,” kata Irvan kepada wartawan di balai Kota Surabaya.
Dalam operasi itu, terjaring enam pelajar dan delapan lainnya di satu warnet di kawasan Ploso, Surabaya. “Mirisnya, ada satu siswa sekolah dasar itu, karena dia sudah berani bolos sejak SD,” katanya.
MOHAMMAD SYARRAFAH