TEMPO.CO, Yogyakarta - Dua kelompok massa, antara pendukung dan penolak kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), di Yogyakarta hampir bentrok pada Selasa sore, 23 Februari 2016. Beruntung, hal itu tidak terjadi. Massa dari Forum Umat Islam (FUI) Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar aksi menolak keberadaan dan legalitas kaum LGBT di Tugu Yogyakarta.
Aksi massa yang sedianya dipusatkan di Titik Nol Kilometer itu tiba-tiba berbalik arah ke Tugu karena massa berniat menghadang aksi mendukung keberadaan LGBT oleh Solidaritas Perjuangan Demokrasi (SPD), yang juga akan menggelar kampanye di Monumen Tugu di saat yang sama.
Beruntung, dua kelompok berbeda sikap itu tak jadi bertemu karena massa pendukung LGBT akhirnya menggelar aksi di kawasan Jenderal Sudirman. Sejumlah spanduk dan poster penolakan LGBT yang dibawa kelompok tersebut pun menghiasi Tugu.
"Kami menolak LGBT karena keberadaan mereka yang meminta kesetaraan dan legalitas kepada pemerintah makin meresahkan," ujar Muhammad Fuad, Ketua FUI Yogyakarta. Fuad menuturkan aksi di Tugu yang diikuti berbagai laskar ormas Islam itu merupakan rangkaian dari tiga aksi yang mereka siapkan untuk menyerukan penolakan LGBT.
Aksi lain yang sudah mereka jalankan adalah pembuatan 1.000 kaus menolak LGBT dan sayembara mendesain spanduk menolak LGBT yang pada akhir Februari ini akan ditampilkan di sudut-sudut Kota Yogya. "Ada hadiah bagi laskar Islam yang memiliki desain spanduk penolakan terbaik," tuturnya.
Sejumlah spanduk LGBT ini sudah terpasang di sejumlah titik, seperti di Terminal Ngabean dan simpang Gondomanan. Getolnya penolakan LGBT ini, menurut Fuad, merupakan hal yang wajar. Di mata ormas ini, LGBT tak lebih dari bentuk penyakit yang harus disembuhkan dengan jalan konsultasi ke psikiater. "Kalau dilegalkan, penyakit ini semakin menular dan membahayakan anak-cucu, kok malah minta dilegalkan," tuturnya.
Meskipun di Kota Yogyakarta ada kelompok-kelompok LGBT yang bergerak di bidang keagamaan, seperti pondok pesantren waria di Kotagede, Fuad menyatakan tak ada pengaruhnya. "Buat apa tiap hari mengaji kalau masih menjadi waria, seharusnya sembuh dulu ke psikiater," tuturnya. Fuad menyatakan gerakan penolakan LGBT akan terus dilakukan. "Karena ini penyakit dan tak sesuai dengan ajaran Islam."
Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika, Agnes Dwi Rusjiati, menuturkan negara harus melindungi keberadaan kelompok LGBT dari syiar-syiar provokatif yang mengancam keberadaan dan hak asasi manusia mereka. "Atribut yang provokatif mengancam LGBT harus ditertibkan karena jelas tak memiliki izin," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO