TEMPO.CO, Kediri - Puluhan orang dari koalisi lembaga swadaya masyarakat berunjuk rasa di kantor Pengadilan Negeri Kediri, Selasa, 23 Februari 2016. Mereka mendesak majelis hakim berpihak pada penggugat soal dugaan pemalsuan ijazah Bupati Haryanti Sutrisno dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun lalu.
Unjuk rasa berlangsung seusai majelis hakim yang dipimpin Kurnia Mustikawati menutup sidang. Sidang berlangsung singkat lantaran majelis hakim tidak membacakan kesimpulan di ruang terbuka. Kurnia akan melanjutkan sidang pada 8 Maret 2016 dengan agenda pembacaan putusan.
Massa yang menunggu jalannya sidang sejak pagi bergegas keluar ruangan dan berorasi di halaman kantor pengadilan. Mereka meminta majelis tak dipengaruhi Bupati Haryanti yang baru dilantik. “Kami mohon hakim berpijak pada nilai kebenaran dan keadilan masyarakat,” kata Khoirul Anam, koordinator pengunjuk rasa.
Koalisi lembaga swadaya juga menggugat Ari Purnomo Adi, bekas calon Bupati Kediri yang kalah dalam pemilihan kemarin dalam kasus yang sama. Ari yang berstatus dokter umum dinilai tak bisa menunjukkan ijazah asli. Sebab, terdapat dua kop stempel berbeda antara yang ditandatangani Rektor Universitas Brawijaya Malang dan Dekan Fakultas Kedokteran.
Rektor Universitas Brawijaya, pimpinan partai politik pengusung calon, Komisi Pemilihan Umum, serta Panitia Pengawas Pemilu pun tak luput dari gugatan. Mereka dianggap bersekongkol untuk memuluskan dinasti politik keluarga Haryanti menjabat kepala daerah Kediri. “Mereka semua bersekongkol memenangkan keluarga Haryanti,” kata Khoirul.
Anehnya, Ari Purnomo Adi yang hadir di pengadilan justru menyayangkan lambannya proses persidangan sehingga belum tuntas hingga pilkada selesai. “Harusnya pengadilan memutus dulu sebelum pelantikan,” katanya.
Di sisi lain, ia mengaku tak gentar menghadapi gugatan karena mengantongi bukti kuat. Adapun Haryanti tak datang di pengadilan selama proses sidang. Dia juga belum mengklarifikasi soal tudingan penggunaan ijazah palsu.
HARI TRI WASONO