TEMPO.CO, Kupang - Kepala Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) Sisilia Sona mengatakan terdapat tiga organisasi yang menyebarkan paham radikalisme di daerah ini.
Tiga paham radikalisme itu adalah Gafatar, Hizbut Tahrir Indonesia, dan ISIS. "Ada tiga paham radikalisme yang marak di NTT yang perlu dipantau," katanya saat acara “Dialog Pencegahan Penyebaran Paham Radikalisme dan Terorisme”, yang dilaksanakan di Kupang, Selasa, 23 Februari 2016.
Pergerakan ormas ini, menurut dia, sulit dipantau karena tidak terdaftar sebagai organisasi masyarakat, melainkan membentuk yayasan yang kepengurusannya didaftarkan di Kementerian Hukum dan HAM, sehingga tidak punya kewenangan melakukan klarifikasi. "Kami kesulitan jika pendaftarannya dilakukan ke pusat," katanya.
Karena itu, pemerintah NTT akan menggelar pertemuan dengan semua bupati/wali kota se-NTT di Labuan Bajo, Manggarai Barat, untuk menangkal merebaknya paham radikalisme ini. "Pemantauan akan dilakukan dari setiap daerah," tuturnya.
Dalam dialog dengan para tokoh agama tersebut, menurut dia, disepakati penolakan dengan tegas segala bentuk ketidakadilan, paham, dan tindakan kaum radikalisme yang menggunakan kekerasan dan terorisme di wilayah NTT.
Kesepakatan lain, narasumber yang akan melakukan penyiaran agama, baik dari dalam maupun dari luar daerah NTT, termasuk warga negara asing, wajib memperhatikan kearifan lokal serta memberi tahu pimpinan agama yang bersangkutan untuk mencegah dampak negatif yang merugikan masyarakat NTT.
Semua elemen masyarakat juga diminta melaporkan kegiatan-kegiatan yang diindikasikan menyimpang dari norma dan aturan hukum kepada pihak keamanan.
"Optimalkan peran RT/RW di lingkungan masing-masing dalam memantau setiap aktivitas warganya dan melaporkan secara cepat dan tepat waktu," ucapnya.
YOHANES SEO