TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menganggap revisi Undang-Undang KPK tak perlu dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). "Kami di KPK masih beranggapan tidak perlu ada revisi karena masih belum perlu," katanya saat dihubungi pada Selasa, 23 Februari 2016.
Revisi UU KPK telah diputuskan ditunda oleh Presiden dan DPR. Alasannya, perlu waktu mematangkan rencana revisi UU KPK dan sosialisasi kepada masyarakat. Meski tak jelas hingga kapan ditunda, Laode menghargai sikap pemerintah. Menurut dia, Presiden sudah mengetahui bahwa rancangan revisi UU KPK yang beredar melemahkan KPK.
Laode mengatakan ia tetap berharap rencana revisi UU KPK tidak dilanjutkan. "Kami berharap dalam periode kami tidak ada revisi UU KPK," ujarnya.
Penundaan juga disambut baik oleh Ketua KPK Agus Rahardjo. "Alhamdulillah, mudah-mudahan ditunda sampai KPK membaik," tuturnya.
Agus mengatakan KPK akan memberi saran mengenai pasal mana saja yang lebih baik diubah. "Diubah untuk memperkuat KPK," tulis Agus menggunakan huruf kapital saat menulis kata "memperkuat KPK". Namun, ketika ditanya pasal mana saja, Agus tak merespons.
Rancangan revisi UU KPK berisi empat poin. Adapun poin pertama yang akan direvisi adalah prosedur penyadapan dan penyitaan yang harus seizin Dewan Pengawas. Dewan Pengawas harus diangkat dan dipilih oleh Presiden.
Ketiga, KPK diizinkan merekrut penyelidik dan penyidik independen. Syaratnya, penyelidik dan penyidik harus berpengalaman minimal dua tahun. Terakhir, KPK berwenang menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Beberapa pihak menolak rencana tersebut. Mantan Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan aturan penyadapan sama dengan mengurangi kewenangan KPK. Menurut Indriyanto, penyadapan merupakan marwah KPK dalam membantu proses menemukan dua alat bukti.
Mantan Wakil Ketua KPK lainnya, Chandra Hamzah, mengatakan revisi UU KPK belum diperlukan saat ini. Chandra mengatakan merevisi aturan mengenai pemberantasan korupsi jauh lebih penting.
Pengamat hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengatakan revisi UU KPK tak jelas tujuannya. Menurut dia, pemerintah seharusnya membuat kajian terlebih dulu mengenai mekanisme kerja KPK. Setelah mengaudit, lalu berkonsultasi dengan ahli hukum. Jika tidak, revisi UU KPK bisa merusak sistem penegakan hukum.
Koalisi Anti-Mafia Sumber Daya Alam juga menyatakan penolakannya terhadap revisi Undang-Undang KPK. Menurut Koalisi, menyetujui revisi UU KPK hanya akan mengancam penyelamatan sumber daya alam.
VINDRY FLORENTIN