TEMPO.CO, Surakarta - Mayoritas pasar tradisional yang ada di Surakarta hingga kini belum memiliki zona khusus untuk berjualan daging dan ikan. Para pedagang yang berjualan daging dan ikan masih bercampur dengan pedagang lain.
"Kondisi ini memang tidak ideal," kata Kepala Dinas Pengelola Pasar Kota Surakarta Subagyo, Senin, 22 Februari 2016. Sebab, barang dagangan berupa daging dan ikan basah seharusnya ditempatkan terpisah.
Alasannya, daging dan ikan rentan terkena bakteri dan mikroorganisme. "Sehingga perlu tempat khusus agar lebih hiegenis," ujar Subagyo. Selain itu, daging yang diletakkan di tempat terbuka lebih mudah dihinggapi lalat. Komoditas daging dan ikan juga memerlukan tempat khusus untuk mencegah bau anyir menyebar ke seluruh pasar.
Hingga saat ini, baru 8 dari 44 pasar tradisional yang ada di Kota Surakarta telah memiliki ruang khusus untuk berjualan daging. "Paling besar di Pasar Legi, Pasar Gede, dan Pasar Nusukan," tutur Subagyo.
Rencananya, Dinas Pengelola Pasar akan membangun zona khusus daging dan ikan di sejumlah pasar tradisional. "Akan dibangun secara bertahap," ucapnya. Sebab, dibutuhkan anggaran cukup besar untuk membangunnya.
Zona khusus itu memerlukan sistem drainase yang cukup lengkap. "Pedagang harus bisa mengakses air bersih secara mudah," katanya. Lapak yang digunakan pedagang harus terbuat dari logam agar mudah dibersihkan.
Tahun ini, Subagyo berencana membangun zona khusus daging dan ikan di dua pasar tradisional. "Di pasar Kadipolo dan Pasar Jongke," ujarnya. Sebab, jumlah pedagang daging dan ikan di dua pasar tersebut cukup banyak. "Di Kadipolo mencapai 40 pedagang."
Pembangunan zona khusus di dua pasar itu akan menelan anggaran hingga Rp 500 juta. "Kami memiliki anggaran melalui dana alokasi khusus dari pemerintah pusat," tuturnya.
AHMAD RAFIQ