TEMPO.CO, Malang - Seorang panitera yang diduga telah menghilangkan hingga 85 berkas perkara di Pengadilan Negeri Surabaya menjalani sanksi nonaktif di tempat bekerjanya yang baru di Pengadilan Negeri Kepanjen, Malang, Jawa Timur. Yang kedua itu yang bersangkutan belum pernah masuk ataupun melapor setelah dua bulan menjalani mutasi dari Surabaya.
"Yang bersangkutan kami anggap membangkang. Bagi kami, inilah kesalahan terberat yang ia buat," kata Ketua PN Kepanjen, Edward T.H. Simarmata, ketika ditemui di ruang kerjanya di PN Kepanjen, Senin siang, 22 Februari 2016.
Edward menerangkan, dirinya menjadi ketua PN Kepanjen pada Juli 2015. Tidak lama berselang ia melakukan audit kepegawaian dan audit kinerja. Ia lalu menemukan ada pegawai yang tidak pernah masuk kantor dan atau melapor ke atasannya di PN Kepanjen setelah dimutasi dari PN Surabaya.
Edward menegaskan, pada Agustus 2016 ia menyurati ketua PN Surabaya agar memerintahkan si panitera melaksanakan tugas di tempat barunya. Bila masih absen, dia mengancam akan mengadukan ke Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Ditjen Badilum) Mahkamah Agung.
Surat tersebut berbalas. Dalam surat balasan disebutkan panitera yang dimaksud masih mempunyai tunggakan 100-an minutasi perkara di PN Surabaya. Minutasi adalah pemberkasan perkara yang sudah diputus baik yang telah atau belum mempunyai kekuatan hukum tetap. (Baca: PN Surabaya Kelimpungan Cari 85 Berkas Perkara)
"Dari surat balasan itulah saya jadi tahu ia punya kelakuan buruk seperti itu. Diberitakan ia membawa 85 berkas upaya hukum? Malah lebih banyak dari itu," kata Edward yang memberikan keterangannya didampingi Hakim Pratama Utama merangkap Pejabat Humas PN Kepanjen Handry Argatama Ellion.
Pada sekitar minggu pertama Januari 2016 PN Kepanjen menyiapkan surat pengusulan pemecatan. Namun, pada 22 Januari yang bersangkutan muncul di PN Kepanjen dan menghadap Edward. Pada hari yang sama pula Edward menggelar rapat dinas.
Ada dua keputusan saat itu. Pertama, si panitera dinonaktifkan seraya menunggu status dari PN Surabaya. Kedua, dibentuk tim pemeriksa yang dipimpin Wakil Ketua PN Kepanjen Eko Aryanto. "Kami nonaktifkan karena keterlambatan melaksanakan SK mutasi. Tidak kami tugaskan yang bersangkutan sebagai PP (panitera pengganti) sampai dapat membuktikan kinerja yang baik."
Pada 25 Januari PN Kepanjen melaporkan hasil rapat dinas tersebut ke Ditjen Badilum. Setelah itu PN Surabaya meminta yang bersangkutan dihadapkan Ketua PN Surabaya. Namun hingga sekarang, Edward mengaku belum mendapatkan klarifikasi dari PN Surabaya.
"Yang saya tahu sudah dilaporkan ke polisi oleh PN Surabaya karena hilangnya puluhan berkas minutasi perkara," katanya sambil menambahkan bahwa si panitera sudah memenuhi syarat untuk dipecat.
ABDI PURMONO