TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Ade Komarudin mengatakan, walaupun revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ditunda, revisi UU tersebut tetap masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Enggak (dicabut). Prolegnas kan diubah setiap tahun. Kami tidak ada niat untuk mengubah itu," ujar Akom, sapaan akrab Ade, saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, seusai rapat konsultasi bersama Presiden Joko Widodo, Senin, 22 Februari 2016.
Wakil Ketua Badan Legislasi Firman Soebagyo juga menyatakan hal yang serupa dengan Akom. "Tetap ada di dalam Prolegnas," ujar Firman yang juga turut hadir dalam rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan Jokowi di Istana Negara.
Firman pun menegaskan bahwa revisi UU KPK itu hanya ditunda. "Pemerintah dan DPR akan membahas itu, tapi belum tahu kapan," ujarnya. Penundaan itu dimaksudkan agar masyarakat mengerti apa saja poin-poin yang akan direvisi dalam UU lembaga antirasuah itu. "Isu yang berkembang kan mengenai masalah batas waktu usia KPK selama 12 tahun," tuturnya.
Padahal, menurut Firman, DPR dan pemerintah hanya akan fokus pada empat poin revisi, yakni penyadapan, Dewan Pengawas, penyelidik dan penyidik independen, serta kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). "Soal SP3, Presiden menyatakan harus diatur karena menyangkut hak seseorang," katanya.
Firman pun menampik bahwa ditundanya revisi UU KPK karena adanya ancaman dari Ketua KPK Agus Rahardjo untuk mengundurkan diri apabila revisi UU KPK jadi dilakukan. "Mundur, ya, mundur saja, enggak ada masalah," ujar Firman menambahkan.
Siang tadi, pimpinan DPR, pimpinan fraksi, dan beberapa pimpinan komisi menggelar rapat konsultasi bersama Jokowi. Dalam rapat itu, dibahas perkembangan pembahasan UU yang ada dalam Prolegnas 2016. Selain itu, pemerintah dan DPR sepakat menunda revisi UU KPK.
ANGELINA ANJAR SAWITRI