TEMPO.CO, Jakarta - Baden Powell menempatkan anak-anak dan remaja sebagai pusat pendidikan kepramukaan. "Untuk zamannya, itu merupakan terobosan karena sebelumnya digunakan prinsip teacher centre, di mana guru yang utama. Di dalam kepramukaan, pembina adalah fasilitator," kata Joko Mursitho, mantan ketua Pusat Pendidikan Latihan Nasional Gerakan Pramuka.
Pernyataan Joko Mursitho disampaikan terkait dengan Hari Baden Powell yang ke-159 tahun pada hari ini, 22 Februari 2016. Robert Stephenson Smyth Baden-Powell yang lahir 22 Februari 1857 di London, Inggris, adalah pendiri Organisasi Kepanduan Dunia.
BP atau bipi, panggilan Baden Powell, adalah pensiunan letnan jenderal angkatan bersenjata Britania Raya. Setelah pensiun di usia 52 tahun, dia mengabdikan diri untuk remaja di Inggris dan negara lainnya.
Organisasi Kepanduan Dunia yang berdiri tahun 1909 saat ini memiliki 38 juta anggota di 217 negara dan teritori. Di Indonesia, ada sekitar 17 juta orang yang menjadi anggotanya.
Joko menjelaskan model pendidikan Baden Powell dipaparkan dalam bukunya yang terbit tahun 1939 dengan judul Paddle Your Own Canoe. "Saya berpendirian bahwa segalanya akan menjadi sesuatu yang baik manakala kita menenggelamkan kepentingan orang dewasa dan mempersilakan anak-anak atau peserta didik memimpin dunia, sehingga kita memiliki dunia yang menyenangkan serta penuh kebaikan dan persahabatan," ujar Baden Powell.
Menurut Joko, inti pendidikan kepramukaan Baden Powell adalah membangun karakter anak-anak dan remaja. Berkemah, mendaki gunung, berlayar, morse, dan semafor bukanlah akhir dari pendidikan, melainkan alat.
Baden Powell mengatakan kepramukaan bukanlah sains. "It is a jolly game in the out of doors, where boy-men and boys can go adventuring together as older and younger brother, picking up health and happiness, handicraft and helpfulness."
Seperti dikutip Listener Magazine (1937), BP bercerita, tahun 1893 dia melatih scouting bagi prajurit muda Kerajaan Inggris di resimennya. Mereka adalah orang-orang muda lulusan sekolah yang diajarkan membaca, menulis, dan aritmatika.
BP mengakui mereka adalah prajurit baik yang taat aturan, cerdas, patuh, dan menjaga kebersihan. Namun, kata dia, mereka tidak pernah diajarkan menjadi dirinya, bagaimana menjaga dirinya, bagaimana mengambil tanggung jawab, dan sebagainya. "Mereka tidak mempunyai kesempatan pendidikan di luar kelas," katanya.
Anak-anak muda itu dibesarkan di sekolah dan kemudian dilatih di militer. Mereka hanya melakukan seperti yang diperintahkan atasan dan tidak memiliki ide atau inisiatif sendiri.
Tindakannya dilakukan berdasarkan perintah. Jika perwiranya ditembak musuh, mereka tak berdaya bagaikan kawanan domba. Kirim salah satu dari mereka naik sendirian ke atas bukit di malam hari, satu di antara sepuluh prajurit itu akan tewas.
"Aku ingin membuat mereka merasa siap menghadapi setiap musuh, mampu menemukan jalan sendiri hanya berdasarkan peta atau bintang-bintang, terbiasa melihat semua trek dan tanda jejak, dan mampu berjuang sendiri," kata Baden Powell.
UNTUNG WIDYANTO