TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, memperkirakan masih ada 116 ribu penduduk khususnya kalangan ekonomi bawah yang masih belum dilindungi oleh jaminan kesehatan baik oleh program daerah, provinsi, maupun pusat.
"Persoalannya keterbatasan kuota yang diberikan, karena penduduk sangat banyak," ujar Kepala Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Gunungkidul Bambang Sukemi Ahad 21 Februari 2016.
Bambang menuturkan, pada 2016 dari 749 ribu penduduk Gunungkidul baru 500 ribu penduduk yang sudah tercover jaminan kesehatan baik melalui Jaminan Kesehatan Daerah, Jaminan Kesehatan Sosial, dan juga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Ada sisa 200 ribu penduduk, separonya kalangan PNS dan TNI/Polri, dan separo sisanya masyarakat umum," ujar Bambang.
Jumlah peserta jaminan kesehatan itu terbagi 444 ribu penduduk yang dibiayai pusat, 86 ribu dibiayai provinsi, dan 22 ribu dibiayai pemerintah
Dengan masih banyaknya kalangan sipil yang belum tercover jaminan ini, Gunungkidul telah menggencarkan kepesertaan secara mandiri sejak tahun lalu. “Tapi hasilnya tak memuaskan,” kata Bambang.
Menurut dia, yang memungkinkan untuk diperbesar kuota pemberian jaminan kesehatan yang memungkinkan hanya di tingkat provinsi. "Kalau daerah harus menambah kuota kepesertaan jaminan ini masih terlalu berat saat ini," ujarnya.
Aktivis Lembaga Forum Pemantau Independen Pakta Integriras (Forpi) Kota Yogyakarta Baharuddin Kamba menuturkan, dalam mengintegrasikan program jaminan kesehatan nasional, pemerintah daerah seharusnya segera mengupdate data warga agar tak ada yang tercecer.
"Di mulai dari warga ekonomi lemah, pendataan kepesertaan jaminan kesehatan dilakukan kontinyu mengacu program pusat (BPJS), program yang dikelola daerah segera dialihkan agar tak membingungkan," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO