TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengancam akan mengundurkan diri jika revisi Undang-Undang KPK tetap dilakukan. “Saya bersedia mengundurkan diri kalau kemudian revisi tetap dilakukan. Mungkin saya yang pertama mengundurkan diri,” kata dia di Gedung Muhammadiyah Jakarta, Ahad, 21 Februari 2016.
Agus menilai revisi justru akan melemahkan KPK karena membatasi gerak lembaga tersebut dalam menangani korupsi. Pendekatan agama, kata dia, perlu dilakukan untuk mendukung KPK seperti fatwa yang pernah dilontarkan majelis ulama Indonesia yang mengharamkan suap dan hadiah bagi pejabat.
Dia mengapresiasi perwakilan majelis umat beragama yang terus memberikan dukungan terhadap lembaga antirasuah tersebut. Agus juga meminta sikap yang konkret dari organisasi agama lain untuk mendukung pemberantasan korupsi. “Misal (koruptor) meninggal tidak dilakukan misa dan lain-lain,” kata dia.
Dewan Perwakilan Rakyat berencana merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rencana revisi itu mendapatkan penolakan yang makin meluas.
Dalam draf revisi UU KPK yang baru, terdapat empat poin yang akan direvisi, yakni terkait penyadapan, pembentukan dewan pengawas, penyelidik dan penyidik independen KPK, serta pemberian kewenangan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Perwakilan umat Budha, Philip Wijaya, mengaku menolak revisi UU KPK karena dalam ajaran agamanya terdapat Pancasila Budhis yang pada sila kedua mengatakan tidak diperbolehkan mengambil barang yang bukan miliknya. Menurut dia, sila itu bisa diartikan jika revisi UU KPK dilaksanakan maka sama halnya akan melemahkan kinerja KPK.
Perwakilan majelis tinggi agama Konghucu, Uung Sadena, mengatakan hal yang sama. Ia menilai KPK biar saja diawasi Tuhan dan rakyat. Ia berujar hukuman bagi koruptor harus berat. Bila perlu foto koruptor dipajang di pusat perbelanjaan.
DANANG FIRMANTO