INFO MPR - Dalam UUD pasal 28 J, memang negara menjamin kebebasan HAM sesuai dengan ayat 1. Namun, dalam pasal 2 tegas dinyatakan bahwa pemberlakukan HAM harus tunduk kepada pembatasan yang diatur dalam UUD yakni harus menghormati nilai-nilai agama dan nilai luhur bangsa. Demikian disampaikan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, saat menjadi narasumber utama dalam gelar acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dengan sekitar 100 peserta dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), di aula Mesjid Saadatu Darain, Pejaten Raya, Jakarta Selatan, Minggu 21 Februari 2016.
Dalam kesempatan tersebut, Hidayat membawakan dan membedah materi soal HAM dan kebebasan rakyat. Saat ini, menurut Hidayat banyak pihak yang menafsirkan impelentasi kebebasan sebagai hak asasi yang harus dihormati secara kebablasan. Kebebasan diartikan bebas sebebas-bebasnya.
Misalnya yang sekarang sedang banyak diperbincangkan yakni fenomena LGBT. Para kaum LGBT dan simpatisannya sudah sangat terbuka menyuarakan bahwa LBGT adalah implementasi kebebasan dan hak asasi warga yang harus dilindungi bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa pernikahan sejenis baik laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan harus dilegalkan dan diakui atas nama kebebasan dan hak asasi manusia.
Jika hal tersebut dibiarkan akan semakin menghancurkan tatanan demokrasi dan nilai-nilai luhur di masyarakat. Siapapun akan dengan sebebasnya berpendapat dan semaunya membuat perkumpulan yang negatif seperti LGBT tersebut yang nyata-nyata membuat dan menimbulkan keresahan di masyarakat luas.
"Hal tersebut sangat memprihatinkan dan sangat miris. Padahal kebebasan individu atau kelompok dibatasi dengan melihat kepada hak individu atau kelompok lain juga. Kebebasan berpendapat atau berserikat harus melihat kepada agama dan nilai-nilai luhur bangsa, jadi tidak bisa sembarangan dan begitu bebasnya tanpa kontrol," ujarnya.
"Intinya kita semua menghormati hak asasi manusia siapapun itu tapi tidak dalam semangat dan jalur liberalisasi," tegas Hidayat. (*)