TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Resor Jayawijaya Ajun Komisaris Besar Sammy Roni TH Abba mengaku telah melakukan pemanggilan beberapa saksi terkait peresmian kantor United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
"Kami panggil tokoh agama, beberapa tokoh adat, dan pihak panitia yang kami anggap perlu bertanggung jawab dalam rangka crosscheck kegiatan pada 15 Februari lalu itu," kata Sammy kepada Tempo, Sabtu, 20 Februari 2016.
Sammy menjelaskan bahwa pemanggilan tersebut dilakukan sehari setelah kegiatan berlangsung sekitar pukul 16.00 Waktu Indonesia bagian Timur. Pasalnya, kegiatan peresmian kantor tersebut tidak terdapat dalam surat izin yang diajukan kepada Polres Jayawijaya pada 14 Februari 2016. "Surat ke Polres hanya agenda kegiatan ibadah syukur Dewan Adat Papua dan peresmian kantor adat Baliem Lapago," katanya.
Pada hari peresmian itu, ia memerintahkan anggota untuk mengantisipasi dan memonitor agar tidak ada potensi terganggunya keamanan dan ketertiban nasional. Kemudian, anggotanya mendapati bahwa ada agenda lain yang disusupi. Pada bangunan kantor sekretariat Dewan Adat Papua itu ada dua papan nama yang terpasang. "Papan pertama kantor Dewan Adat Baliem, sebelahnya dipasang plang kantor lain."
Anggotanya tidak melakukan tindakan kepolisian pada saat itu, karena sedang dilakukan ibadah syukur. Lalu, Sammy mengatakan bahwa beberapa pihak yang dianggap bertanggung jawab terus menghindar ketika dihubungi dan didatangi anggotanya.
Sehingga, atas izin Kapolda Papua, Sammy menurunkan anggotanya ke lapangan untuk berdialog dengan orang tua di Dewan Adat. "Kemudian atas persetujuan Dewan Adat, kami lepas plang kantor lain itu," tuturnya.
Untuk saat ini, pihak Kepolisian akan terus mendalami kasus dengan pemeriksaan saksi-saksi. Sebab, ia mengungkapkan bahwa orang yang melakukan peresmian kantor ULMWP itu tidak berdomisili di Wamena, melainkan Jayapura.
Menurut Markus Haluk sebagai penanggung jawab ULMWP dalam negeri Papua, ada empat orang yang dipanggil oleh polisi sehubungan pembukaan kantor ULMWP di Wamena. Yakni, Pendeta Yesaya Dimara, Dominikus Surabut, Bonivasius Mulait, dan Piter Wanimbo. Polisi mencantumkan dalam surat panggil pasal yang dijerat terhadap mereka , yakni pasal 106 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang upaya makar.
Pendeta Dimara diundang untuk menghadiri peresmian pembukaan kantor ULMP. "Pendeta Dimara diminta memimpin doa pembukaan," kata Markus kepada Tempo, pagi ini, 20 Februari 2016.
Dominikus merupakan Sekretaris Dewan Adat Baliem wilayah Lapago. Bonivasius, sebagai Ketua panitia pembangunan kantor ULMWP, dan Piter Wanimbo sebagai sekretaris panitia pembangunan kantor ULMWP.
Menurut Markus, polisi juga memanggil Pater John Djonga, peraih Yap Thiam Hien, sebagai saksi. "Pater John diundang untuk memimpin ibadah atau liturgi, pemberkatan air di kantor ULMWP. Itu tugas seorang iman. Dia berdiri di atas segala kelompok sebagai gembala umat," kata Markus.
Menanggapi tindakan kepolisian atas pembukaan kantor ULMWP, Markus menegaskan, dirinya dan rekan-rekannya di ULMWP siap bertanggung jawab. " Kami siap bertanggung jawab. Itu bukan hal yang tersembunyi," ujar Markus.
Menurutnya, aktivitas ULMWP tetap berjalan meski tanpa papan nama. "ULMWP bukan bangunan fisik semata-mata. Semua warga Papua bagian dari ULMWP. Itu yang tidak dipahami pemerintah," Markus menegaskan.
Menanggapi kasus makar terhadap mereka yang dipanggil sehubungan pembukaan kantor ULMWP, Sammy mengatakan, sejauh ini belum ada penetapan tersangka atas tuduhan makar. Ia menolak merinci tentang surat pemanggilan tersebut. "Saya hanya menjelaskan kronologisnya, untuk materinya tolong ke Kabid Humas Polda Papua," kata Sammy.
Kabid Humas Polda Papua Komisaris Besar Patrige Renwarin tidak menjawab telepon dan pesan singkat yang dikirimkan Tempo.
FRISKI RIANA | MARIA RITA
Video Terkait:
Pater John Jonga: Cepat atau Lambat Papua Pasti... oleh tempovideochannel