TEMPO.CO, Surabaya - Agung Sugiharto, penulis buku Anakku Bertanya tentang LGBT, mengungkap tiga fakta tentang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Ketiganya ditemukan lewat interaksi yang sudah dia lakukan dengan komunitas LGBT sejak 2008, lalu menulis buku pada 2014, dan kini mengasuh Yayasan Peduli Sahabat yang sudah tersebar di 40 kota dengan fokus pendampingan sosial.
Sinyo, sapaan Agung, bersentuhan dengan dunia LGBT pada 2008 saat mengikuti lomba penulisan tentang seksualitas. “Saya dulu orang awam, niat awalnya ikut lomba menulis. Mau enggak mau berhubungan dengan narasumber, ternyata di luar dugaan saya selama ini,” katanya saat dihubungi, Jumat, 19 Februari 2016.
Dari sana ia menemukan fakta pertama bahwa pelaku tindakan homoseksual juga berasal dari heteroseksual. Mereka berubah orientasi seksual setelah mengenal seks sesama jenis. Akhirnya mereka ketagihan. Alasannya beragam, seperti bebas dari risiko kehamilan, bebas dari rasa curiga, dan bebas dari tuntutan karena tahu sama tahu. “Mereka juga berpikir bahwa seks dengan wanita itu membosankan.”
Alumnus Universitas Negeri Yogyakarta itu kemudian mendapati kenyataan kedua dari ratusan orang LGBT yang ia ajak berdialog selama ini. Kenyataan itu adalah banyak di antara mereka justru kukuh menjalani kehidupan sebagai LGBT akibat stigma negatif dari orang-orang sekitarnya. “Padahal mereka butuh curhat. Mereka akan menjauh kalau dituding sebagai penyakit dan pendosa,” ujar Sinyo.
Dia mengaku termasuk yang sabar mendengarkan cerita mereka. Rata-rata setiap bulan, ia mengaku mendampingi lima orang sejak 2008 hingga 2014. Dari berbagai pengalamannya berinteraksi dengan kalangan LGBT itulah, ia menulis sebuah buku berjudul Anakku Bertanya tentang LGBT pada 2014 sekaligus mendirikan Yayasan Peduli Sahabat.
Sejak berdiri pada 14 Maret 2014, Yayasan Peduli Sahabat kini telah memiliki cabang pendampingan di 40 kota. “Semuanya bersifat sosial. Mereka enggak dibayar sama sekali,” tutur Sinyo.
Dari perkembangan itu pula dia semakin yakin dengan fakta ketiga, yakni sejatinya terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara mereka yang memiliki ketertarikan terhadap sesama jenis atau same sex attraction (SSA) dan LGBT. Menurut dia, LGBT adalah identitas sosial sebagai bentuk penerimaan diri, pencitraan, dan aktualisasi diri sebagai lawan dari identitas heteroseksual.
“Itulah mengapa kaum LGBT juga ingin diakui eksistensinya di mata masyarakat sampai tataran persamaan legalisasi pernikahan dan lain sebagainya,” ucapnya.
ARTIKA RACHMI FARMITA