TEMPO.CO, Jakarta -Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Arminsyah, mengatakan penyidik telah menyita sejumlah dokumen dari kantor PT Hotel Indonesia Natour (HIN), Jakarta Pusat. Di antaranya dokumen kontrak built operate transfer (BOT) antara HIN dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia dan Grand Indonesia.
"Yang jelas itu ada pembangunan di luar perjanjian. Nah, kemudian dibangun dan dijual, tapi tidak ada pembayaran ke BUMN atau negara," kata Arminsyah di kantornya, Jumat, 19 Februari 2016.
Adapun bangunan di luar kontrak yakni Menara BCA setinggi 56 lantai dan Kempinski Residence dengan 57 lantai. Selain soal bangunan, ada beberapa hal yang dilakukan di luar kontrak. Di antaranya kompensasi yang tidak sesuai pendapat, penjaminan hak guna bangunan, serta masa kontrak yang melebihi 30 tahun. Arminsyah belum dapat menyebutkan kerugian negaranya.
"Nah, ini apakah betul, kami masih menyelidikinya," ujarnya.
Komisaris PT HIN, Michael Umbas menceritakan kasus ini bermula saat kontrak BOT antara BUMN PT HIN dengan Cipta Karya Bersama Indonesia dan Grand Indonesia pada 13 Mei 2004. Grand Indonesia diwajibkan membangun empat objek bangunan fisik di atas lahan milik negara.
Di antaranya hotel bintang lima seluas 42.815 meter persegi, pusat perbelanjaan I seluas 80 ribu meter persegi, pusat perbelanjaan II seluas 90 meter persegi, dan fasilitas parkir seluar 175 ribu meter persegi. “Tapi sampai Maret 2009, ada tambahan bangunan dua gedung yang tidak tercantum dalam perjanjian," kata Michael.
Tim penyelidik, kata Arminsyah, akan segera memanggil pihak-pihak yang terkait dengan kontrak itu. "Mau perusahaan siapa kek, tidak ada urusan. Yang jelas, ada perbedaan antara kontrak dan pembangunan," tutur dia.
DEWI SUCI RAHAYU | AVIT HIDAYAT