TEMPO.CO, Lumajang -Gunung Semeru masih menggugurkan lava pijarnya sepekan terakhir pasca munculnya awan panas pada Sabtu pekan lalu. Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Semeru di Gunung Sawur, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro mengamati guguran lava pijar, Jumat, 19 Februari 2016.
Guguran lava pijar dua kali dengan jarak luncur sekitar 200-500 meter dari ujung lidah lava puncak Mahameru. Pada Kamis, 18 Februari 2016, letusan asap teramati 9 kali setinggi kurang lebih 100 - 500 meter berwarna putih kelabu mengarah ke Barat dan Utara. Kendati demikian, tidak teramati sinar api pada malam hari. Suara letusan juga tidak terdengar.
Sementara itu, pengamatan secara kegempaan menunjukkan adanya gempa hembusan 13 kali dengan amplitudo maximum 2-7 milimeter selama 19-48 detik. Gempa letusan teramati 108 kali dengan amplitudo maximum 10-31 milimeter selama 47-117 detik. Gempa guguran juga teramati 9 kali dengan amplitudo maximum 3-17 selama 33-70 detik. Status aktivitas Gunung Semeru masih tetap di level II atau waspada.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang, Hendro Wahyono mengatakan guguran lava pijar sudah menjadi ciri khas aktivitas Semeru. "Aktivitas seperti itu sudah biasa terjadi," katanya.
Masyarakat di desa rawan bencana Semeru sudah mahfum dengan aktivitas seperti itu. "Warga sudah terbiasa dengan pemandangan seperti itu, tetapi tidak pernah meremehkannya." Masyarakat di kawasan bencana Semeru diminta meningkatkan kewaspadaan terhadap gunung api tertinggi di Pulau Jawa ini.
Sementara itu, Bagian Hidrologi, Kantor Pengendali Lahar Semeru Balai Besar Wilayah Sungai Brantas di Lumajang, Nur Afandi mengatakan aktivitas pada Gunung Semeru menimbulkan penumpukan endapan atau sedimen di bukaan jalan kawah. Endapan atau sedimen itu berupa pasir dan batu. Ketika terjadi hujan di puncak, tumpukan endapan itu akan tergelontor ke bawah menjadi lahar hujan ke sungai-sungai aliran lahar Semeru.
DAVID PRIYASIDHARTA