TEMPO.CO, Boyolali - Jika Presiden Joko Widodo mengajak publik memerangi radikalisme dan terorisme dengan menyebarkan pesan kebaikan melalui media sosial, Yayasan Pondok Pesantren Terpadu Al-Hikam milik keluarga Rio Haryanto, calon pembalap F1 asal Kota Surakarta, Jawa Tengah, punya cara tersendiri.
“Selama 12 tahun pondok ini berdiri, kami selalu mengajarkan kepada santri bahwa berbeda itu biasa. Taman terlihat indah karena bunganya berwarna-warni,” kata Pelaksana Harian Yayasan Ponpes Terpadu Al-Hikam Moh. Kholid Ismail pada Kamis, 18 Februari 2016.
Ponpes Terpadu Al-Hikam terletak di Dukuh Sorowaden, Desa Banyudono, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali (Jalan Solo-Boyolali Kilometer 17). Pondok di atas lahan seluas sekitar 1 hektare itu didirikan pada 2003.
Pondok itu didirikan lima orang. Mereka adalah Achmad Sutantyo dan Mien Handayani (kakek dan nenek Rio dari pihak ayah yang mewakafkan tanahnya untuk pembangunan pondok), Indah Pennywati (ibu Rio), Ali Muchson (pengasuh pondok diniyah), dan Idrus Assegaf (pembina pondok pesantren).
Baca: RESMI, Rio Haryanto Perkuat Tim Manor di Formula 1
Selain menampung 60 santri, Yayasan Ponpes Terpadu Al-Hikam memiliki SD Islam dengan 266 siswa, TK Islam (126 siswa), dan PAUD (104 siswa). PAUD Yayasan Ponpes Terpadu Al-Hikam berada di Desa Ngaru Aru, Kecamatan Banyudono.
Di Ponpes Al-Hikam, ucap Kholid, semua santri diajarkan tentang dalil-dalil yang menjadi landasan tiap orang beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. “Contoh saja, kami terangkan dalil apa saja yang mendasari orang melakukan atau tidak melakukan yasinan dan tahlilan. "Setelah memahami kedua sudut pandang, para santri bebas pilih yang mana,” ujar Kholid.
Berbekal pemahaman yang kuat ihwal dasar keyakinan satu sama lain, tutur Kholid, para santri menjadi lebih terbuka dalam menerima perbedaan. “Dengan demikian, mereka bisa lebih toleransi, tidak mudah mengkafirkan orang lain hanya karena berbeda pandangan,” kata Kholid.
Pernyataan-pernyataan Kholid diamini salah seorang santri Ponpes Al-Hikam, Umam, 15 tahun. “Saya sudah tiga tahun mondok di sini. Meski mondok di ponpes yang sama, kami punya pilihan sendiri dan tidak saling mencela. Berbeda itu biasa,” ujar santri asal Kabupaten Kebumen itu.
DINDA LEO LISTY