TEMPO.CO, Surabaya - Kepala Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten lumajang, Jawa Timur, Haryono, mengawali persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis, 18 Februari 2016.
Dalam sidang perdana itu, Haryono duduk sebagai terdakwa tindak pidana pembunuhan yang mengakibatkan tewasnya Salim Kancil serta penganiayaan yang berakibat luka parah yang diderita Tosan. Haryono disidangkan bersama terdakwa Maddasir, yang merupakan koordinator penganiayaan yang dilakukan di Balai Desa Selok Awar-awar.
Sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan dilakukan tim jaksa penuntut umum, yang terdiri atas Herry Santoso, M. Naimullah, Septina Andriana Naftali, dan Dwi Novantoro. Adapun majelis hakim yang menyidangkan perkara itu diketuai Jihad Arkanudin.
Setelah mendengarkan pembacaan ihwal pembunuhan dan penganiayaan, Haryono kemudian disidangkan tersendiri terkait dengan perkara tindak pidana pencucian uang dan penambangan ilegal. Jaksa Naimullah mengatakan, untuk dua perkara tersebut, jaksa menyiapkan dua berkas terpisah.
Hari ini merupakan sidang perdana kasus yang berkaitan dengan penambangan liar pasir di Pantai Watu Pecak, Desa Selok Awar-awar, yang berujung pembunuhan terhadap Salim Kancil dan penganiayaan terhadap Tosan pada Sabtu pagi, 26 September 2015.
Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapkan 36 tersangka dalam kasus itu. Dua di antaranya anak-anak di bawah umur sehingga masih berada di Lumajang. Selebihnya, termasuk Haryono, ditahan di Markas Polda Jawa Timur sejak Kamis, 21 Januari 2016. Hingga saat ini, polisi masih mengejar tiga buron yang belum ditangkap.
Haryono diduga menjadi aktor intelektual di balik aksi kekerasan dan premanisme terhadap warganya sendiri lantaran menentang pertambangan liar itu.
Haryono menebar uang kepada sejumlah pihak demi amannya aktivitas pertambangan liar itu. Di antaranya tiga polisi di Lumajang, yang kemudian diadili dalam sidang kode etik di Divisi Propam Polda Jawa Timur. Tiga polisi itu terbukti menerima uang dari Haryono.
Haryono juga menyebutkan beberapa pejabat Kabupaten Lumajang mendapatkan aliran dana dari hasil pertambangan liar itu.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH