TEMPO.CO, Yogyakarta - Bupati Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, Hasto Wardoyo mengatakan kericuhan yang terjadi dalam proses pengukuran lahan untuk calon bandara udara di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo yang menimpa 15 orang warga di dua desa pada 16 Februari 2016 bukan merupakan tindakan represif aparat.
Dalam insiden tersebut, 15 warga yang notabene penolak bandara yang bergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) menjadi korban dan satu diantaranya dirawat di puskesmas. “Enggak represif. Hanya langkah pengamanan oleh petugas agar lebih baik,” kata Hasto saat ditemui di Kepatihan Yogyakarta, Rabu, 17 Februari 2016.
Hasto mengakui jumlah aparat kepolisian yang dikerahkan lebih banyak ketimbang pengamanan saat proses pengukuran sebelumnya maupun proses konsultasi publik pada 2015 lalu. Alasannya, agar proses tahapan pengukuran cepat selesai. Bahkan menurut Hasto, kericuhan yang terjadi pada 16 Februari 2016 lalu lebih kondusif ketimbang kericuhan yang pernah terjadi saat proses konsultasi publik. “Lebih ricuh yang dulu karena gardu ada yang dibakar. Sekarang lebih kondusif, lebih aman,” kata Hasto.
Sementara itu, menurut kuasa hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Rizky Fatahillah, awalnya warga di dua desa yang meliputi dusun Sidorejo, Kragon, dan Bapangan mendapat informasi ada pengukuran yang akan digelar pada 17 Februari 2016. Ada dua informasi yang mereka dapatkan yang masih simpang siur, bahwa pengukuran dengan pematokan itu untuk mengklarifikasi selisih pengukuran sebelumnya atau pematokan pengukuran untuk menentukan titik ordinat baru. “Ternyata pengukuran dilakukan pada 16 Februari 2016. Baru kali ini tanpa pemberitahuan,” kata Rizky.
Jumlah apara kepolisian yang diterjunkan mencapai 1.000 orang dan melibatkan personil TNI. Insiden terjadi saat pengukuran di Sidorejo pada pukul 14.30 WIB karena warga menolak lahannya dipatok. Aparat kepolisian pun melakukan tindakan anarkis dengan memukul dan menginjak sejumlah warga di sana. Ada satu warga, Suprihantin yang pingsan sehingga dilarikan ke puskesmas terdekat. “Kalau bupati bilang kericuhan kemarin tak separah yang dulu, berarti dia mengakui ada tindakan represif kan?” kata Rizky.
LBH Yogyakarta bersama WTT akan melayangkan surat keberatan atas tindakan represif tersebut ke Polres Kulon Progo. Selain itu juga akan melaporkannya kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) serta membuat laporan dugaan mal administratif yang dilakukan polisi dalam melakukan pengamanan.
Sementara itu, Hasto mengungkapkan akan menggelar pelatihan ketenagakerjaan yang diikuti warga terdampak bandara. Dia telah menyebarkan formulir sebanyak 1.300 lembar kepada warga. Sejumlah warga akan dilatih menjahit, petugas kebersihan, maupun sekuriti. Ada juga yang tetap ingin menjadi petani. “Kami menggelar pelatihan sesuai dengan keinginan warga,” kata Hasto mengklaim.
Sedangkan pada 1 Maret 2016, dia juga akan menandatangani nota kesepahaman dengan pihak Angkasa Pura I selaku pemrakarsa bandara. Isinya adalah meminta agar warga yang mengikuti pelatihan itu diutamakan sebagai tenaga kerja yang dipekerjakan di bandara baru nantinya.
PITO AGUSTIN RUDIANA