TEMPO.CO, Malang--Dua pengurus unit kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) ditahan Kejaksaan Negeri Malang. Keduanya, Syaiful, Ketua pengurus unit kerja SPSI dan Khotimah, pengurus unit kerja SPSI PT Indonesia Tobbaco, disangkakan menggelapkan dana bantuan organisasi dari perusahaan tersebut.
"Mereka dituduh menggelapkan uang dana sosial perusahaan selama tiga tahun mulai 2011," kata teman tersangka, Purwanto, di depan Lembaga Pemasyarakatan Malang, Jawa Timur, Selasa, 16 Februari 2016.
Dia bersama sejumlah buruh membesuk dan memberikan dukungan moral agar Syaiful dan Khotimah kuat selama menjalani proses hukum. Dana sosial perusahaan, kata dia, diberikan antara Rp 45 ribu sampai Rp 50 ribu per orang. Totalnya sebanyak Rp 20 juta. Menurut Purwanto uang tersebut digunakan untuk keperluan operasional organisasi, bukan memperkaya diri sendiri seperti yang dituduhkan.
Mereka ditahan sesuai surat penahanan karena dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan dan melarikan diri. Purwanto mensinyalir penahanan kedua pengurus serikat pekerja itu sebagai bentuk union busting. "Tujuannya jelas, melemahkan perjuangan buruh," katanya.
Kasus itu berawal saat buruh menggelar unjuk rasa menuntut kenaikan upah lembur pada 20 Mei 2014. Selain unjukrasa mereka juga mogok. Merespon unjuk rasa, perusahaan kemudian memecat 77 buruh.
Baca Juga:
Perkara sengketa perburuhan itu dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial Jawa Timur. Pada 17 Juli 2014 hakim ad hock PHI memerintahkan perusahaan membayar pesangon dan gaji selama sengketa empat bulan. Total perusahaan wajib membayar sebesar Rp 2,7 miliar.
Namun perusahaan tidak bersedia membayar kewajiban dan justru balik menggugat perdata buruh karena perusahaan dirugikan selama mogok. Manajemen menggugat secara perdata 2 Maret 2015 meminta ganti rugi materiil Rp 1.379.438.600 dan immateriil Rp 1 miliar.
Persidangan di Pengadilan Negeri Malang juga memenangkan buruh. Majelis hakim menolak semua gugatan manajemen PT Indonesia Tobbaco. Sampai saat ini belum mengajukan memori banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur.
Syaiful telah bekerja bersama istrinya, Khotimah, selama 17 tahun. Sejak dipecat Syaiful bekerja menjadi kuli bangunan. Sedangkan kedua anaknya tak mengetahui jika Syaiful ditahan. "Saya sampaikan kepada mereka bapak bekerja jauh," kata Khotimah.
Menurutnya, Syaiful dalam kondisi sehat dan kuat. Selama ditahan, katanya, semangat dia tak luntur untuk menuntut hak para buruh. "Anak pertama akan ujian sekolah dasar, khawatir terganggu," kata Khotimah.
Usai menjenguk Syaiful, Purwanto dan kawan-kawan berjajar di depan Lembaga Pemasyarakatan Lowokwaru Malang. Mereka memanjatkan doa agar Tuhan memberikan petunjuk siapa yang salah. "Semoga putusan benar-benar adil. Suami saya tak salah," kata Khotimah.
EKO WIDIANTO