TEMPO.CO, Lumajang - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang sudah menentukan skenario mengantisipasi terjadinya erupsi Gunung Semeru. "Titik kumpul, jalur evakuasi dan titik pengungsian sudah kami tentukan ketika terjadi bencana yang diakibatkan Gunung Semeru, baik bencana primer maupun sekunder," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Lumajang, Hendro Wahyono, Senin, 15 Februari 2016.
Hendro mengatakan terjadinya awan panas guguran pada Sabtu pagi, 13 Februari 2016 kemarin merupakan peristiwa yang tiba-tiba dalam skala yang besar hingga sejauh 4 kilometer dari puncak Mahameru. "Tidak ada letusan sebelumnya," kata Hendro. Pasca kejadian awan panas guguran yang disertai muntahan lava pijar itu, pihaknya mengantipasi bencana sekunder berupa lahar dingin. "Apalagi kalau hujan terjadi di puncak Semeru."
BPBD Lumajang juga telah menempatkan lebih dari satu relawan di setiap desa yang berpotensi terdampak bencana Gunung Semeru. Ada sejumlah desa yang berpotensi terdampak bencana Semeru baik itu bencana primer maupun sekunder. Sejumlah desa itu antara lain Desa Pronojiwo, Desa Supiturang, Desa Rowobaung dan Desa Sumberurip. Sedangkan desa terdampak bencana sekunder berupa lahar dingin adalah desa yang berada di pinggiran sungai aliran lahar.
Ada enam kecamatan yang berpotensi terdampak luapan lahar dingin yakni Kecamatan Pronojiwo, Tempursari, Pasirian, Candipuro, Pasrujambe dan Tempeh. Hendro mengklaim warga desa yang berpotensi terdampak bencana Gunung Semeru sudah tanggap darurat terhadap bencana Semeru.
"Sosialisasi bencana sudah berkali-kali kami lakukan," katanya. Selain itu simulasi bencana juga sudah beberapa kali dilakukan seperti di Desa Oro-oro Ombo, Sumberwuluh dan Penanggal.
Dalam simulasi itu, warga dilatih dengan skenario menghadapi terjadinya bencana Semeru. "Mulai dari bagaimana mengerahkan warga menuju ke titik kumpul sebelum dilakukan evakuasi ke titik pengungsian," kata Hendro. Prosedur tetap penanggulangan bencana Semeru ini, kata Hendro juga sudah dituangkan dalam rencana kontijensi penanggulangan bencana. Di dalam renkon tersebut, tercatat dengan lengkap jumlah warga bahkan sampai hewan ternak berada di daerah potensi terdampak bencana Semeru.
Pembagian tugas juga sudah ditetapkan sesuai dengan tugas poko dan fungsinya masing-masing termasuk peralatan, perlengkapan serta jumlah personil dan relawan yang dikerahkan ketika terjadi bencana Semeru. "Siapa berbuat apa sudah tercatat di dalam renkon tersebut," kata. Ihwal sifat bencana Semeru yang bisa secara tiba-tiba dan sewaktu-waktu datangnya, juga menjadi pertimbangan BPBD Lumajang.
Penempatan relawan lebih dari satu di daerah rawan terdampak bencana merupakan salah satu antisipasi yang dilakukan BPBD. "Relawan bisa mengambil langkah ketika terjadi bencana, tanpa menunggu sikap resmi pemerintah," kata Hendro.
Sementara itu, data aktivitas kegempaan Gunung Semeru berdasarkan Pos Pengamatan Gunung Api Semeru pada Senin, 15 Februari 201 menunjukkan 15 kali hembusan, 129 letusan dan 3 guguran. Kegempaan ini berdasarkan hasil pengamatan melalui seismograf Pos PGA Semeru di Desa Sumberwuluh Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung telah menemukan penyebab guguran awan panas di Gunung Semeru pada Sabtu pagi, 13 Februari 2016. Kepala PVMBG, Edi Prasojo mengatakan dugaan sementara guguran awan panas Gunung Semeru adalah karena pembentukan kubah lava di kawah Gunung Semeru.
"Dugaan sementara guguran awan panas karen pembentukan kubah yang November 2015. Karena setelah November 2015, semua parameter turun (tremor maupun jumlah guguran)," kata Edi melalui pesan singkat.
DAVID PRIYASIDHARTA