TEMPO.CO, Surakarta - Setelah Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali Pemerintah Surakarta dalam sengketa lahan Sriwedari, ahli waris Wiryodiningrat menyatakan tidak ada lagi proses mediasi. “Tidak ada lagi perundingan,” kata kuasa hukum ahli waris Wiryodiningrat, Anwar Rachman, Senin 15 Februari 2016.
Anwar menyatakan sudah meminta kepada pengadilan untuk segera mengeksekusi lahan tersebut. Selama ini, kata dia, pemerintah terkesan bertele-tele dalam melakukan perundingan.
Anwar berharap pemerintah bersedia melepas lahan tersebut dengan sukarela. "Dengan demikian tidak perlu ada eksekusi," katanya. Menurut dia, pemerintah harus memberikan teladan yang baik kepada masyarakat dengan taat terhadap putusan pengadilan.
Perundingan yang sudah berjalan hingga delapan kali tidak membuahkan hasil. "Pemerintah maju berunding tanpa membawa konsep apa-apa," katanya. Padahal, pihak ahli waris hanya bisa menunggu konsep perundingan yang ditawarkan oleh pemerintah.
Di sisi lain, pemerintah mengajukan upaya peninjauan kembali pada Oktober 2015. "Dengan adanya putusan peninjauan kembali ini maka hak ahli waris terhadap Sriwedari tidak terbantahkan lagi," kata Anwar.
Dia justru menyebut ada indikasi tindak pidana dalam pengajuan Peninjauan Kembali itu. Sebab, Peninjauan Kembali hanya bisa diajukan jika ada bukti baru. "Padahal bukti yang digunakan sudah berkali-kali dipakai dalam persidangan yang terdahulu," katanya.
Selain itu, dia juga mengatakan ada indikasi kasus tindak pidana korupsi dalam pembangunan Museum Keris yang ada di lahan tersebut. "Museum itu dibangun setelah adanya putusan kasasi yang memenangkan kami," katanya. Sehingga, pembangunan gedung tersebut merugikan negara lantaran dibangun di atas lahan yang bukan milik negara.
Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemerintah Surakarta dalam kasus sengketa lahan Sriwedari melawan ahli Waris Wiryodiningrat. Dalam laman kepaniteraan Mahkamah Agung, penolakan terhadap pengajuan Peninjauan Kembali itu telah diputus pada 10 Februari kemarin. Perkara itu diperiksa oleh tiga hakim, yaitu Syamsul Ma'arif, Zahrul Rabain dan Suwardi.
Tanah Sriwedari merupakan lahan seluas 9,9 hektar yang berada di pusat kota Solo. Di atas lahan tersebut terdapat Stadion Sriwedari tempat Pekan Olah Raga Nasional yang pertama diselenggarakan, Gedung Wayang Orang, serta Museum Radya Pustaka.
AHMAD RAFIQ